Jumat, 13 Februari 2015

TEORI PERMINTAAN ISLAMI (EKONOMI MIKRO ISLAM)

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam ekonomi mikro islam sangatlah penting untuk memahami teori permintaan islami agar dapat mengetahui prinsip sebagai konsumen yang berdasarkan islam karena islam adalah sebaik-baiknya agama untuk dijadikan pedoman hidup termasuk dalam ekonomi.

Permintaan dalam islam  disebut mashlahah. Konsumen mengonsumsi barang dan jasa dengan tujuan mencapai tujuan maksimum. Hanya barang dan jasa yang memberikan mashlahah yang akan dikonsumsi dengan konsumen. Mashlahah dalam konsumsi dapat diperoleh apabila konsumen mengonsumsi barang dan jasa yang bermanfaat dan mengandung berkah. Semakin tinggi mashlahah, maka semakin besar pula konsumsi. Tingkat harga kan berpengaruh negatif terhadap permintaan barang dan jasa apabila tingkat mashlahahnya sama. Dengan memperoleh mashlahah maksimum dalam konsumsi, maka konsumen akan mencapai falah.

Dalam makalah ini, akan dikaji mengenai teori beserta contoh dari teori permintaan islami dari segi pengertian, hukum, kurva dan konsumsi inter-temporal ekonomi islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
      1.      Bagaimanakah prinsip dasar ekonomi Islam?
      2.      Apa pentingnya memahami ekonomi Islam?
      3.      Bagaimana pengertian, hukum dan teori permintaan?
      4.      Bagaimanakah kurva permintaan?
      5.      Bagaimanakah konsumsi inter-temporal secara islami?

C. TUJUAN MASALAH
Tujuan masalah dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut.
      1.      Memahami prinsip dasar ekonomi Islam
      2.      Mengetahui pentingnya ekonomi Islam
      3.      Memahami pengertian, hukum dan teori permintaan
      4.      Memahami kurva permintaan
      5.      Memahami konsumsi inter-temporal secara islami


BAB 2
PEMBAHASAN

A. PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM
Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi islam didasarkan pada tiga konsep fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (Tauhid), kepemimpinan, dan keadilan. Tauhid adalah konsep yang paling penting dan mendasar, sebab konsep yang pertama adalah dasar pelaksanaan segala aktivitas baik yang menyangkut ibadah, mu’amalah, hingga akhlak. Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Yang Esa, yang sekaligus pemilik mutlak alam semesta ini. Segala sesuatu yang Dia ciptakan mempunyai tujuan. Tujuan inilah yang memberikan makna dari setiap eksistensi alam semesta dimana manusia merupakan salah satu bagian di dalamnya. Jika demikian halnya manusia yang dibekali dengan kehendak bebas, rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan kesadaran ketuhan yang inheren dituntut untuk hidup dalam kepatuhan dan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, konsep tauhid bukan sekedar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respon aktif terhadap-Nya.

Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi sebagaimana firman Allah swt: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah:30).

Karena Allah telah menciptakan manusia, maka hanya Dia yang memiliki pengetahuan sempurna tentang hakikat makhluk-Nya, kekuatannya dan kelemahannya. Hanya Allah-lah yang mampu memberikan petunjuk (Al-Hidayah) yang dengan itu mereka akan dapat hidup secara harmonis dengan alam semesta dan kebutuhannya. Dengan kasih sayang-Nya yang tidak terbatas, Allah telah memberikan petunjuk yang terdiri atas keimanan, ubudiah, hukum-hukum hubungan antarmanusia (mu’amalah dan akhlak). Meskipun umat manusia diberi kebebasan untuk memilih atau menolak petunjuk ini, mereka hanya dapat mencapai kebahagiaan (Al-Falah) dengan mengimplementasikan petunjuk tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai Khalifah Allah manusia bertanggung jawab kepada-Nya dan mereka akan diberi pahala (reward) atau adzab (punishment) di hari akhirat kelak berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini sesuai atau bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah swt. Karena itu, konsep kedua yang harus diperhatikan dalam pembangunan adalah konsep kepemimpinan (khalifah) dalam rangka bertanggung jawab terhadap manajemen alam dunia ini dan kelak dipertanggungjawabkan di akhirat.
Dalam pandangan Islam, setiap orang pada dasarnya bukan seseorang tertentu atau anggota ras, kelompok, atau negara tertentu. Dengan kata lain, setiap orang adalah bagian dari orang lain karena merupakan hamba Allah dari satu sumber keturunan sehingga pada dasarnya mengandung makna persatuan fundamental dan persaudaraan umat manusia. Konsep persaudaraan ini akan menjadi seimbang dengan disertai konsep keadilan. Oleh karena itu, menegakkan keadilan yang dinyatakan dalam al-quran sebagai salah satu sifat yang sangat ditekankan sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-hadid ayat 25:

“Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Dapat diambil kesimpyulan bahwa ekonomi atau iqtishod yang merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep islam harus memperhatikan prinsip tauhid, khalifah, dan keadilan, yang harus berdampingan manakala akan mewujudkan suatau kehidupan masyarakat yang sejahtera.

Syariah islam termasuk syariah perekonomian mempunyai komitmen untuk menjadi sebab kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia. Khususnya dalam bidang perekonomian, tujuan syariah islam adalah menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam berbisnis dan berusaha (istilah keadilan mencari fadillah/karunia Allah). Keadilan disini, dipahami oleh seorang muslim bahwa ketika berbisnis atau bermuamalah harus menaati syariah islam dan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW, bukan menurut hawa nafsunya atau dengan cara batil demi mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Berbeda dengan bisnis dalam cara konvensional yang hanya mementingkan keuntungan semata. Jadi adil tersebut berdasarkan aturan Allah SWT dan sunnah Nabi SAW antara lain tidak boleh menipu, curang dalam menimbang, berbohong, cidera janji, dansebagainya.

B. PENTINGNYA MEMPELAJARI EKONOMI ISLAM
Alasan-alasan mengapa kita perlu merekonstruksi ekonomi islam dan sub-subnya menurut Muhammad (2004), adalah sebagai berikut:

Dalam Al-Quran dan As Sunnah, banyak informasi yang jelas mengemukakan pokok-pokok perekonomian.
Umat islam perlu memiliki tata nilai yang mengatur tingkah laku umat islam agar tidak terjerumus kedalam hal-hal yang nista, dengan cara menetapkan nilai haram, halal, makruh, mubah, wajib, sunnah, fardhu ain dan fardhu kifayah. Nilai ini berlaku terhadap pemenuhan maupun produksi barang dan jasa.

Ilmu ekonomi umum tidak dapat menjelaskan mengapa riba dilarang, mengapa warisan dan perkawinan itu di atur sedemikian rupa, sehingga membantu pemerataan pendapatan atau kekayaan dikalangan masyarakat islam.

Sudah banyak sekali ilmu yang ditumbuhkan dari khazanah islam sendiri, kemudian berkembang bersama zamannya. Akan tetapi, karena masalah keduniaan nampaknya ilmu ekonomi islam tidak menjadi sentral pemikiran islam. Oleh karena itu, konsep ekonomi islam menjadi ketinggalan zaman dan tidak pernah tersentuh serta berkembang.

Penyusunan, pengembangan, dan penerapan ekonomi islam dimaksud agar umat islam mendapat kepastian kesertaannya dalam pembangunan ekonomi. Umat islam juga berkepentingan dengan adanya pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja penuh, efisiensi ekonomi, pemantapan tingkat harga, kebebasan perekonomian, distribusi pendapatan yang merata, dan neraca perdagangan internasional.

C. PENGERTIAN, HUKUM, DAN TEORI PERMINTAAN
Mashlahah adalah setiap keadaan yang membawa manusia pada derajat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang sempurna. Mashlahah dunia dapat terbentuk manfaat fisik, biologis, psikis, dan material, atau disebut manfaat saja.

Konsumen akan selalu berusah untuk mendapatkan mashlahah di atas mashlahah minimum. Mashlahah minimum adalah mashlahah yang diperoleh dari mengonsumsi  barang atau jasa yang halal dengan diikuti niat beribadah.

Keberadaan mashlahah akan memperpanjang rentang (span) dari suatu kegiatan halal. Seseorang yang merasakan adanya mashlahah dan menyukainya, maka dia akan tetap rela melakukan suatu kegiatan meskipun manfaat dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak ada.

Bagi orang yang peduli akan adanya berkah, semakin tinggi barang halal yang dikonsumsi seseorang tambahan mashlalah yang diterimanya akan meningkat hingga titik tertentu dan akhirnya akan menurun, dengan asumsi jumlah konsumsi masih diperbolehkan oleh Islam. Namun, bagi orang yang tidak peduli terhadap adanya berkah, peningkatan mashlahah adalah identik dengan peningkatan manfaat duniawi semata.

Apakah Waktu Memberikan Mashlahah?

Apakah Anda menggunakan bus kota ataukah mobil/kendaraan pribadi ketika pergi ke kantor atau ke kampus? Berapa lama anda habiskan waktu untuk merias atau merawat tubuh? Apakah anda setiap hari memilih membeli makanan cepat saji? Ataukah memilih membeli makanan siap saji?

Kita telah mendiskusikan keputusan semacam ini. Jika anda rasional, maka anda akan mempertimbangkan mashlahah marginal yang diperoleh dengan baiaya marginalnya, yaitu harga barang yang dikonsumsi. Tetapi, satu hal yang selama ini sering diabaikan adalah aspek waktu. Salah satu bentuk pengorbanan dari suatu kegiatan bukan hanya harga, namun juga waktu.

Makanan siap saji pada umumnya ditawarkan lebih mahal dibandingkan masakan sendiri di rumah, tetapi hal ini bisa menghamat waktu. Salah satu biaya dari masakan rumah adalah adanya pengorbanan waktu. Oleh karena itu, biaya penuh dair makanan ini tidak hanya biaya bahan dasar, bahan bakar dan bumbu, namun juga biaya oportunitas dari aktivitas pengganti yang anda korbankan ketika anda memasak. Kegiatan ini akan mendatangkan mashlahah tersendiri.

Kondisi tekanan hidup dewasa ini yang telah mendorong orang untuk memilih hidup di negara-negara makmur, suatu nilai yang tinggi (misal: mahalnya harga) selalu terkait dengan penghematan waktu. Restoran siap saji  dan pesawat supersonik merupakan gejala dari gaya hidup ini.

Bahkan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan pun menghabiskan waktu. Semakin banyak waktu anda alokasikan untuk kegitan yang menyenangkan, maka semakin sedikit waktu yang anda bisa lakukan untuk kegiatan menyenangkan yang lain. Semakin banyak Anda bersantai di kamar tidur, semakin sedikit acara TV itu anda bawa ke kamar).
Sebagai orang yang rasional memikirkan akan mashlahah, penghematan waktu memberikan kemungkinan anda untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang lain. Ketika harga, makanan siap saji lebih mahal daripada masakan sendiri, mungkin anda tetap akan membeli makanan siap saji karena aspek hemat waktu. Namun, tentu anda akan mempertimbangkan apakah kualitas makanan tersebut memenuhi standar kesehatan, ada jaminan kehalalan, dan cocok dengan selera anda dibandingkan dengan masakan anda sendiri.   Disinilah anda telah mempertimbangkan antara aspek tambahan mashlahah dan tambahan biaya diluar harga barang yang kita beli.

Berdasarkan paparan yang disampaikan di atas, maka terlihat bahwa ketika harga barang A naik, sementara hal-hal lain tetap konstan, maka jumlah barang A yang dikonsumsi harus turun. Nilai yang melahirkan hukum permintaan yang berbunyi:

“Jika harga suatu barang meningkat, cateris paribus, maka jumlah barang yang diminta turun; demikian juga sebaliknya.”

Cateris paribus adalah menganggap hal-hal lain yang tetap tidak berubah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat pendapatan, preferensi, dan sebagainya. Jika satu darihal-hal lain yang dimaksudkan berubah, maka hukum permintaan di atas tidak berlaku lagi.

D. KURVA PERMINTAAN
IMG01352-20140306-1224.jpg

Hubungan yang digambarkan dalam hukum permintaan di atas juga akan menjadi lebih jelas jika digambarkan dalam kurva permintaan berikut ini:

Di mana sumbu vertikalnya menunjukkan harga dan sumbu horizontalnya menunjukkan kuantitas yang diminta.

Grafik di atas bisa diberi arti ekonomi yaitu ketika harga barang A adalah sebesar 16, maka jumlah barang A yang diminta adalah 6 unit, sementara ketika harga barang A naik menjadi 17, maka jumlah barang tersebut yang diminta oleh konsumen turun menjadi 4.



E. KONSUMSI INTER-TEMPORAL
Konsumsi Intertemporal (dua periode) adalah konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa sekarang (periode pertama) dan masa yang akan datang (periode kedua). Monzer Kahf (1981) berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi intertemporal islami, dengan memulai membuat asumsi sebagai berikut:

1.                  Islam dilaksanakan oleh masyarakat
2.                  Zakat hukumnya wajib
3.                  Tidak ada riba dalam perekonomian
4.                  Mudarabah merupakan wujud perekonomian
5.                  Perilaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan

Dalam konsep Islam konsumsi intertemporal dijelaskan oleh hadist Rasulullah SAW yang maknanya adalah “Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infakkan”. Oleh karena itu persamaan pendapatan menjadi:

Secara grafis, hal ini seharusnya digambarkan dengan tiga dimensi. Namun untuk kemudahan penyajian, grafis digambarkan dengan dua dimensi sehingga persamaan ini disederhanakan menjadi:
Dengan FS = C + Infak
FS adalah Final Spending (konsumsi akhir di jalan Allah).

Penyederhanaan ini memungkinkan untuk menggunakan alat analisis grafis yang biasa digunakan dalam teori konsumsi, yaitu memaksimalkan utility function (fungsi utilitas) dengan budget line (garis anggaran) tertentu atau meminimalkan garis anggaran dengan fungsi utilitas tertentu.


BAB 3
PENUTUP
A. SIMPULAN
Preferensi seorang konsumen dibangun atas kebutuhan akan mashlahah, baik mashlahal yang diterima di dunia ataupun di akhirat. Mashlahah adalah setiap keadaan yang membawa manusia pada derajat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang sempurna.

Pada hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang atau jasa meningkat, maka jumlah barang/jasa yang diminta konsumen akan menurun, selama kandungan mashlahah pada barang tersebut dan faktor lain (cateris paribus) tidak berubah.

Konsumsi intertemporal (dua periode) merupakan konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yakni masa sekarang (periode pertama) dan masa yang akan datang (periode kedua).

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini semoga menjadi pengetahuan baru bagi pembaca dan penulis untuk di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, serta mengembangkan teori-teori sesuai zamannya.


DAFTAR PUSTAKA

  Ø  Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Surakarta: PT
Gelora Aksara Pratama
  Ø  Misanam, Munrokhim, dkk. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
  Ø  xa.yimg.com/kq/.../Konsep+Final+Spending.doc




1 komentar: