WANPRESTASI
PEMBAYARAN BONUS ATAS PEMBELIAN EMAS DENGAN SISTEM PEMBIAYAAN BELI GADAI EMAS
ANTARA PIHAK
NASABAH,
BANK MEGA SYARIAH, DAN GTIS/GBI
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Arbitrase Syariah yang dibina oleh:
Dr.
Rudy Heryana, M.A.
Kelompok
3 :
Resti
Oktaviani
Rusdatunnajah
Sispa
Sritin Agustina
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI (SGD) BANDUNG
1437 H/ 2015 M
WANPRESTASI
PEMBAYARAN BONUS ATAS PEMBELIAN EMAS DENGAN SISTEM PEMBIAYAAN BELI GADAI EMAS
ANTARA PIHAK
NASABAH,
BANK MEGA SYARIAH, DAN GTIS/GBI
Sispa Sritin Agustina[1]
Rusdatunnajah[2]
Resti Oktaviani[3]
ABSTRAK
Perkembangan perbankan syariah
merambah pada produk-produknya yang semakin beragam. Adanya produk gadai emas
menjadi salah satu investasi yang menjanjikan. Harga emas yang tidak pernah
turun menjadi daya tarik investor untuk berinventasi banyak pada emas ini. BI
melalui surat edarannya telah mengeluarkan peraturan bahwa gadai emas maupun
cicil emas memiliki batas maksimal senilai dua ratus lima puluh juta rupiah.
Meskipun sudah ada batas maksimal tetapi masih saja ada penyelewangan oleh
beberapa oknum dimana gadai emas/cicil emas ini melebihi batas maksimum.
Sehingga menimbulkan masalah dimana satu masalah ke masalah lain seperti hal
nya yang terjadi di Bank Mega Syariah pada tahun 2014. Akibat terlalu tingginya
melebihi pembiayaan maksimum yaitu 250 juta maka OJK pun tidak bisa membantu
dalam segi keuangan. Fokus penelitian ini adalah bagaimana prosedur gadai
sesuai SE Bank Indonesia dan akan diperbandingkan dengan prosedur gadai yang
diterapkan syariah mandiri, hubungan kemitraan GTIS dan GBI dengan Bank Mega
Syariah, dan penyelesaian dari kasus gadai emas yang mencapai miliaran ini yang
melibatkan nasabah, manajemen Mega Syariah dan pihak OJK.
Keywords: Gadai Emas, Kasus
Gadai Emas, Wanprestasi Gadai Emas
A.
Pendahuluan
Perkembangan
bank syariah semakin hari semakin berkembang.
Perkembangan tersebut diikuti oleh semakin banyaknya produk perbankan
syariah yang mampu menyaingi bank konvensional. Salah satu produk perbankan
syariah yang sedang berkembang pesat adalah produk gadai emas ataupun cicil
emas. Produk ini menjanjikan karena kenaikan harga emas yang tiap tahunnya
mencapai hampir 30%.
Adanya
keuntungan yang menjajikan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk
menginvestasikan uangnya pada produk logam mulia yang harganya tidak pernah
turun ini. Selain dianggap bisnis investasi yang paling aman. Tetapi ternyata
bisnis yang menjajikan ini menjadi sebuah masalah bagi nasabah yang mencicil
emas melebihi batas maksimal hingga mencapai miliaran rupiah.
Kasus ini
terjadi di Bank Mega Syariah pada tahun 2014 yang melibatkan salah satu
karyawan marketingnya. Pada awalnya karyawan berinisial FN, mengaku sebagai
agen dari GTIS dan GBI merayu nasabah untuk membeli logam mulia di GTIS dan
GBI. Kemudian ia menjajikan bahwa Bank Mega Syariah siap untuk memberikan
pembiayaan sebesar 60%.
Masalah mulai
muncul saat GTIS dan GBI tidak bisa memberikan bonus yang seharusnya diberikan.
Saat jatuh tempo pembayaran nasabah tidak bisa melunasi cicilannya pada Bank
Mega Syariah. Akibat telah melebihi batas jatuh tempo maka pihak Mega Syariah
memutuskan untuk melelang emas nya dengan hasil penjualan 100% dikuasi oleh
Bank Mega Syariah.
Nasabah yang
tidak menerima keputusan tersebut akhirnya menuntut kepada pihak OJK untuk
mengusut tuntas kasus ini. Menurut pihak OJK, nasabah berhak untuk melakukan
pengaduan tetapi OJK tidak bisa membantu di bidang materil dalam penyelesaian
kasus gadai yang melebihi 250 juta.
Masalah ini
semakin rumit ketika pihak manajerial Bank Mega mengaku bahwa Mega Syariah
tidak bekerja sama dengan pihak manapun baik GTIS dan GBI.
Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) memberikan batas waktu pada pihak Mega Syariah untuk
menyelesaikan kasus ini sampai Desember 2014. Apabila tidak diselesaikan maka
produk Gadai Emas di bank ini akan diberhentikan.
Bank Indonesia
telah mengeluarkan surat edaran bahwa gadai emas ini tidak boleh melebihi batas
maksimal 250 juta oleh sebab itu hal ini landasan SOP Gadai Emas di perbankan.
Prosedur Bank Mega Syariah pun mencantumkan hal yang sama, tetapi pada
pelaksanaannya hal ini tidak dipatuhi untuk keuntungan satu dua pihak.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penyebab kasus gadai emas pada bank mega syariah.
Langkah yang ditempuh yaitu dengan pendeskripsian prosedur-prosedur kemudian
pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, hingga penyelesaian kasus gadai
emas ini oleh manajerial bank mega syariah dengan bantuan pihak ketiga yaitu
ojk. Untuk itu penelitian ini diberi judul “Wanprestasi
Pembayaran Bonus Atas Pembelian Emas Dengan Sistem Pembiayaan Beli Gadai Emas
Antara Pihak Nasabah, Bank Mega Syariah, Dan Gtis/Gbi”.
B.
Metode Penelitian
1. Fokus
Penelitian
Fokus penelitian diarahkan untuk mengetahui kasus atau permasalahan yang ada di Bank Mega Syariah. Difokuskan
kepada pihak-pihak yang
bersengketa yaitu nasabah, Bank Mega Syariah dan GTIS/GBI. Kemudian mengacu
kepada objek yang disengketakan lalu menganalisisi putusan kasus dari
permasalahan gadai emas ini.
2. Teknik
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dapat diuji kebenarannya dan
sesuai dengan masalah yang diteliti secara lengkap ini menggunakan metode deskriptif.
Metode ini dilakukan dengan cara meneliti
status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskipsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.
3. Metode Analisis
Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif
adalah metode yang menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap
suatu masalah daripada melihat permasalah untuk penelitian generalisasi. Metode
penelitian ini lebih suka menggunakan tehnik analis atau in-depth analysis
yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metode kualitatif yakin
bahwa sifat suatu masalah akan berbeda akan berbeda dengan sifat dari masalah
lainnya.
C. Pembahasan
1.
Kajian Teoritis
Perbankan
syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. (UU No.21 Th 2008 pasal 1 ayat 1)
Unit Usaha
Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakasanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan
atau unit syariah. (UU No. 21 Th.2008 pasal 1 ayat 10)
Pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (UU No.10 tahun 1998)
Gadai ialah
menjadikan suatu benda bernilai menurut padangan syara’ sebagai tanggungan
utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian
utang dapat diterima. (Basyir, 1983:50)
Wanprestasi
berasal dari bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud
wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalain atau kesalahannya,
debitur tidak dapat memenuhi prestasinya seperti yang telah ditentukan dalam
perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. (Pramono, 2003: 221)
2. Kajian Empiris
a. Pihak Bersangkutan
Dalam kasus ini pihak yang bersangkutan
adalah nasabah, Bank Mega Syariah, GTIS/GBI serta OJK sebagai pemberi putusan
kasus dari persengketaan ini.
Kasus ini berawal dari pengakuan nasabah
yang di bujuk karyawan Bank Mega Syariah sebagai agen marketing GTIS/GBI.
Fresiyanto, merayu nasabah ini agar mau membeli emas di GTIS/GBI melalui
pembiayaan Bank Mega Syariah dengan dana talangan 60% dari harga pembelian.
Fresiyanto Novendi adalah karyawan marketing gadai emas Bank Mega Syariah
merupakan lulusan Manajemen Informatika Unisbank Semarang tahun 2001.(Kontan.co.id)
Bank Mega Syariah merupakan Unit Usaha
Syariah dari Bank Mega (Bank Umum Konvensional) yang dalam kegiatan usahanya
menjalankan jasa keuangan dengan prinsip syariah dengan produk-produk sesuai
ketentuan dalam fiqh perbankan syariah.
Adapun beberapa hal mengenai produk
gadai emas di Bank Mega Syariah adalah sebagai berikut. (Bank Mega Syariah Unit
Semarang).
Syariah Mega Emas memiliki layanan
produk berupa gadai emas, beli gadai emas, sistem gadai, dan tabungan emas
sistem gadai. Dengan syarat sebagai berikut.
a. Bukti identitas KTP
b. Barang yang
digadaikan (emas lantakan, perhiasan dan koin emas)
Ketentuan
gadai emas adalah sebagai berikut.
a. Satu kali akad
gadai lama adalah 120 hari
b. Sistem sewa-titip
adalah per-15 hari
c. Besarnya ijarah:
·
Perhiasan : 1,5% / 30 hari; 0,75% / 15 hari
·
Emas lantakan :1,25% / 30 hari; 0,625 % / 15 hari
Beli gadai emas merupakan salah satu
layanan produk syariah mega emas yang bertujuan untuk salah satu bentuk
layanana investasi emas dengan metode talangan pembiayaan.
Modal tersedia:
·
harga logam mulia adalah Rp425.000,-/gram
·
standar taksiran bank pergram Rp390.000,-
·
nilai gadai per gram (93% x Rp390.000,-) Rp362.700,-
·
biaya titip pergram perbulan 1,25% x taksiran = Rp4.875,-
·
estimasi perkembangan harga emas selama 1 tahun mencapai
25% (rata-rata mencapai 30%) menjadi Rp431.500,- dan buyback Rp429.000,-
·
talangan yang diberikan bank berdasarkan nilai gadai LM
yang bersangkutan untuk 1 gram LM bank memberikan Rp362.700,- dengan
perhitungan
·
1 gram x Rp390.000 x 93% = 362.700,- sehingga untuk
memperoleh 1 gram LM investor hanya membutuhkan dana sebesar Rp62.300,-
(Rp425.000,- dikurangi RP362.700,-) kemudian dengan modal awal yang tersedia
sebesar Rp12.460.000,- akan didapat LM seberat 200 gram.
Dengan
perolehan tersebut akan timbul:
Ø Kewajiban pokok
gadai yang merupakan talangan dari bank sesar Rp72.540.000,-
Ø Biaya titip tahun
200 gram x Rp4.875 x 12 bulan = Rp11.700.000,-
Disimpulkan:
Ø Modal total yang
digunakan modal awal Rp12.460.000,-
ditambah Total biaya titip selama 1 tahun Rp11.700.000,- menjadi
Rp24.160.000,-
Ø Berat total LM yang
didapat 200 gram
Ø Total kewajiban
gadai yang merupakan talangan bank Rp72.540.000,-
Ø Dengan estimasi
perkembangan emas dalam 1 tahun harga buyback mencapai Rp529.000,-
Ø Maka penjualan 200
gram LM adalah Rp105.800.000,-
Ø Keuntungan berkebun
emas dapat dihitung dengan hasil penjualan LM Rp105.800.000,- dikurangi pokok
kewajiban gadai Rp72.540.000,- dikurangi total modal yang digunakan
Rp24.160.000,- = Rp9.100.000,-
dengan modal Rp24.160.000,- menggunakan metode beli gadai
emas ROI (Return of Investment) berkebun emas menggunakan talangan mencapai
37,7%. BEP akan tercapai pada saat harga emas naik 13,7% atau nominal diangkat
Rp483.500,-
Ø dengan talangan
akan didapat keuntungan Rp9.100.000,-
Dalam kasus persengketaan gadai beli
emas ini Bank Mega Syariah yang memberikan pembiayaan dana kepada nasabah
menimbulkan permasalah. Saat nasabah sudah mencapai batas jatuh tempo
pembayaran cicilan tidak melunasinya. Sehingga pihak Bank Mega Syariah
memutuskan untuk melelang emas nasabah dengan 10% hasil lelang dikuasai Bank
Mega Syariah.
GTIS atau Golden Traders Indonesia
Syariah dulunya merupakan perusahaan jual beli emas biasa dengan nama PT Golder
Traders Indonesia (GTI) pada tahun 2011. Perusahaan menambahkan kata “Syariah”
sehingga menjadi PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Sedangkan GBI
(Gold Bullion Indonesia) merupakan sebuah merk dagang (trading name) yang bergerak dalam bidang jual beli logam mulia yang
menawarkan konsep jual-beli emas logam mulia berbasis syariah di Indonesia.
Pada kasus-kasus sebelumnya sudah banyak permasalahan yang melibatkan GTIS/GBI
ini. Awal dari kasus ini GTIS/GBI tidak bisa membayar bonus dari pembelian emas
kepada nasabah. Sehingga nasabah tidak bisa membayar cicilan pembiayaan kepada
BMS.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah
lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU No.21 tahun 2011 tentang Bank
Indonesia. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasa,
pemeriksaan dan penyidikan. Dalam kasus ini OJK sebagai pihak yang diminta
bantuannya oleh nasabah yang melakukan gugatan terhadap Bank Mega Syariah.
b. Objek Sengketa
Kasus yang melibatkan Bank Mega Syariah
ini adalah mengenai pembiayaan gadai beli emas. Beli gadai emas merupakan salah
satu layanan produk syariah mega emas yang bertujuan untuk salah satu bentuk
layanan investasi emas dengan metode talangan pembiayaan.
Pembiayaan Bank Mega Syariah yang
diberikan kepada nasabah sebesar 60%. Dana tersebut mencapai milyaran rupiah. Menurut
Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)
pemberian pembiayaan gadai emas memiliki batas maksimal sebesar
Rp250.000.000,-. Tetapi dalam kasus ini pembiayaan atas nama nasabah mencapai
milyaran. Sehingga OJK tidak bisa membantu dalam pengembalian dana melebihi
batas maksimal yang telah ditentukan Bank Indonesia.
c. Putusan Kasus
Nasabah yang terlibat dalam kasus ini
tidak menerima keputusan Bank Mega Syariah yang melelang emasnya karena telah
melebihi batas jatuh tempo dengan hasil lelang 100% oleh BMS. Kemudian nasabah
mengajukan gugatan terhadap BMS kepada OJK. Tetapi OJK tidak bisa membantu
secara finansial karena pembiayaan nya sendiri melebihi ketentuan yang berlaku.
OJK meminta pihak manajerial Bank Mega
Syariah membentuk action plan untuk
menyelesaikan kasus ini. OJK menyarankan BMS untuk menyelesaikan kasus ini
dengan cara kekeluargaan. Apabila Bank Mega Syariah tidak bisa menyelesaikan
kasus sampai akhir 2014 maka produk gadai emas di BMS akan diberhentikan.
3. Analisis Peneliti Terhadap
Putusan Kasus
1. Analisis
Pelakasanaan Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)
Disebutkan
ketentuan rahn dalam gadai syariah yaitu murtahin (penerima barang) mempunyai
barang untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan
barang) dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin, pada
prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali atas seizin
rahin, dengan tidak mengurangi nilai
marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan
perawatannya. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, tetapi dapat dilakukan juga oleh murtahin. Sedangkan biaya
pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. (Fatwa DSN MUI
No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)
Bank Mega
Syariah dalam kasus ini berperan sebagai murtahin,
jenis barang yang ditahan/marhun adalah logam mulia, sedangkan rahin/yang
menyerahkan barang adalah nasabah. Nasabah wajib membayara biaya penyimpanan
dan biaya pemeliharaan disamping cicilan pokok dari pembiayaan kepada Bank Mega
Syariah. Tetapi dalam kasus ini nasabah tidak membayar cicilan dan biaya
lainnya pada saat jatuh tempo.
2. Analisis Pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia
Tentang Produk Gadai Emas di Perbankan Syariah
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI), Bank Syariah dan
UUS dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas wajib memenuhi ketentuan sesuai
Surat Edaran sebagai berikut:
a.
Mengajukan permohonan izin terlebih
dahulu kepada Bank Indonesia.
b.
Memiliki kebijakan dan prosedur
(Standard Operating Procedure/SOP) tertulis secara memadai, termasuk penerapan
manajemen risiko.
c.
Jumlah portofolio Qardh Beragun Emas
Bank Syariah pada setiap akhir bulan paling banyak adalah jumlah terkecil
antara 20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan atau 150% dari modal
bank (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum/KPMM); dan untuk UUS, sebesar 20% dari
jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan.
d.
Jumlah pembiayaan paling banyak
sebesar Rp250.000.000,00 untuk setiap nasabah, dengan jangka waktu paling lama
4 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 kali. Khusus untuk nasabah UMK
dapat diberikan pembiayaan paling banyak sebesar Rp50.000.000,00, dengan jangka
waktu paling lama 1 tahun dengan angsuran setiap bulan dan tidak dapat diperpanjang.
e.
Jumlah pembiayaan dibandingkan
dengan nilai agunan atau Financing to Value (FTV) paling banyak 80% dari
rata-rata harga jual emas 100 gram dan harga beli kembali (buyback) emas PT.
ANTAM (Persero) Tbk.
f.
Bank Syariah atau UUS wajib
menjelaskan secara lisan atau tertulis (transparan) kepada nasabah antara lain
karakteristik produk (antara lain fitur, risiko, manfaat, biaya, persyaratan,
dan penyelesaian apabila terdapat sengketa) dan hak dan kewajiban nasabah
termasuk apabila terjadi eksekusi agunan emas.
Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk Qardh Beragun
Emas sebelum memperoleh izin dari BI dikenakan sanksi teguran tertulis dan
denda uang, dan bagi Bank Syariah atau UUS yang menjalankan produk Qardh
Beragun Emas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam SE dapat
dikenakan sanksi berupa penghentian produk tersebut.
Bagi Bank Syariah atau UUS yang telah menjalankan produk
Qardh Beragun Emas sebelum berlakunya SE ini wajib menyesuaikan:
a.
kebijakan dan prosedur dengan
mengacu pada karakteristik dan fitur produk Qardh Beragun Emas paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak berlakunya SE ini.
b.
jumlah portofolio Qardh Beragun
Emas, jumlah dan jangka waktu pembiayaan setiap nasabah, dan FTV paling lama 1
tahun terhitung sejak berlakunya SE ini.
Terhadap SE Bank
Indonesia Bank Mega Syariah dan nasabah terkait telah melanggar batas maksimum
pembiayaan emas Rp250.000.000,- dan pembiayaan yang diberikan mencapai
milyaran, hal tersebut jelas tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan Bank
Indonesia. Pembelian emas dengan nama nasabah berbeda-beda merupakan sabotase
yang jelas melanggar prinsip syariah karena terjadi keserakahan dalam
kepemilikan harta.
Sesuai SE ini
artinya Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah hanya boleh bekerja sama dengan PT
Antam sebagai penyedia produk logam mulia, sedangkan dalam kasus ini seorang
karyawan melibatkan GTIS/GBI. Saat dikonfirmasi kepada manajerial pihak Bank
Mega Syariah, hal tersebut dipungkiri karena Bank Mega Syariah tidak pernah
terlibat dengan pihak manapun. Artinya, karyawan bernama Fresiyanto Novendi ini
telah melanggar SOP Bank Mega Syariah dan pihak Bank Mega Syariah pun tidak
melakukan kontrol sebagaimana mestinya.
Dalam SE bagian
f terdapat peraturan bahwa Bank Syariah harus menyelesaikan persengketaan yang
terjadi dengan transparansi kepada nasabah dan wajib memenuhi hak serta
kewajiban nasabah. Dalam kasusnya Bank Mega Syariah melakukan pelelangan emas
dengan hasil 100% dikuasai oleh BMS. Hal tersebut, jelas tidak memenuhi prinsip
keadilan karena nasabah tidak mendapatkan hak nya terhadap hasil lelang sebesar
pembayaran cicilan yang telah dilakukan.
Karyawan bernama
Fresiyanto Novendi tidak melakukan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan
produk beli gadai tersebut karena melibatkan GTIS dan GBI yang jelas pada
sebelum-sebelumnya telah terjadi banyak kasus persengketaan. Seharusnya Bank
Mega Syariah melakukan pengawasan yang ketat terhadap penghimpunan/penyaluran
dana agar apabila terjadi risiko tidak merugikan salah satu pihak atau
wanprestasi.
3. Analisis Berdasarkan UU No.21 tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah
Adapun beberapa
bagian dari UU No.21 tahun 2008 mengenai analisa kasus ini yaitu menyangkut
pada beberapa pasal sebagai berikut.
·
Prinsip
Kehati-hatian Perbankan Syariah menurut pasal 35 UU N0.21 tahun 2008.
1. Bank Syariah dan
UUS dalam melakukan kegiatana usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.
·
Kewajiban
Pengelolaan Risiko menurut pasal 38 UU No. 21 tahun 2008.
1. Bank Syariah dan
UUS wajib menerapkan managemen risiko, prinsip mengenai nasabah, dan
perlindungan nasabah.
2. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
·
Menurut pasal 39 UU No.21 tahun 2008
Bank
Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada Nasabah mengenai kemungkinan timbulnya
risisko kerugian sehubungan dengan transaksi Nasabah yang dilakukan melalui
Bank Syariah dan atau UUS.
·
Menurut pasal 40 UU No.21 tahun 2008
1. Dalam hal Nasabah
penerima Fsilitas tidak memenuhi kewajibannya, Bank Syariah dan UUS dapat
membelin sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun diluar pelelangan,
berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan
pemberian. Kuasa untuk menjual dari pemilik Agunan, dengan ketentuan Agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu tahun.
2. Bank syariah dan
UUS harus memperhitungkan harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dengan kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.
3. Dalam hal harga
pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban
nasabah kepada Bank Syariah dan UUS, selisih kewajiban jumlah tersebut harus
dikembalikan kepada Nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya
lain yang langsung terkait dengan proses pembelian Agunan.
4. Ketentuan lebih
lanjut menegnai pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peratutran Bank Indonesia.
Dalam hal ini
Bank Mega Syariah berarti tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang dimaksud
dalam UU No.21 Tahun 2008 .
3. Analisis Putusan Kasus dari OJK
Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) memberikan putusan agar kasus
yang melibatkan dana milyaran ini diselesaikan secara kekeluargaan dan
akan menutup produk gadai emas di Bank Mega Syariah apabila tidak diselesaikan
pada akhir tahun. Merupakan hal bijak apabila Bank Mega Syariah tidak bisa
menyelesaikan kasus dengan cepat produknya akan ditutup atau diberhentikan. Hal
tersebut untuk menghindari kasus-kasus lain yang dapat menghambat dalam
perkembangan perbankan syariah dan citranya di masyarakat sebagai perbankan
yang menjunjung nilai-nilai syariat Islam.
D.
Kesimpulan
Berdasarkan
beberapa analisis dari kasus wanprestasi beli gadai emas di Bank Mega Syariah
yang melibatkan pihak Nasabah dan GTIS/GBI serta OJK sebagai pemberi putusan
kasus, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1. Nasabah tidak
melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran pembiayaan atas pembelian
emas kepada Bank Mega Syariah sampai jatuh tempo. Atas hal tersebut maka Bank
Mega Syariah berhak melelang emas atau logam mulia sebagai objek dari beli
gadai emas.
2. Nasabah yang
melakukan gugatan terhadap Bank Mega Syariah karena melebihi batas ketentuan
pembiayaan yaitu Rp250.000.000,- tidak berhak melakukan gugatan terhadap Bank
Mega Syariah atau gugatan tersebut dapat kembali pada nasabah. Jika nasabah telah mengetahui batasan tersebut,
seharusnya nasabah tidak mengambil tawaran dari marketing Bank Mega Syariah
untuk membeli emas di GTIS/GBI.
3. Karyawan bernama
Fresiyanto Novendi telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Operating
Procedure (SOP) mengenai batas maksimal pembiayaan yaitu Rp250.000.000,- serta
memalsukan nama nasabah untuk memperoleh pembiayaan bernilai milyaran rupiah.
4. Marketing gadai
emas Bank Mega Syariah tersebut dalam kesimpulan ketiga telah melanggar SOP
mengenai kebijakan Bank Mega Syariah yang tidak bekerjasama dengan pihak
manapun baik itu GTIS/GBI karena hanya boleh melibatkan PT Antam.
5. Bank Mega Syariah
tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagaimana tertulis dalam UU No.21
tahun 2008 pasal 35 karena tidak melakukan kontrol internal terhadap penyaluran
dana oleh pihak marketing Bank Mega Syariah itu sendiri.
6. Bank Mega Syariah
perlu melakukan audit internal tentang karyawannya apakah Fresiyanto Nopendi
ini masih layak sebagai karyawan atau tidak.
7. Bank Mega Syariah
tidak melakukan penyelesaian risiko dengan baik dan lambat dalam mengambil
keputusan. Serta Bank Mega Syariah tidak memberikan hak nya kepada nasabah atas
hasil lelang sebesar pembiayaan yang telah dibayarkan kepada pihaknya dan
mengambil 100% hasil lelang merupakan hal yang tidak adil.
8. GTIS/GBI apabila
telah melakukan banyak kasus yang merugikan nasabahnya sebaiknya mengkaji ulang
dalam pemberian bonus yang menjanjikan kepada nasabah. Karena pada prinsip
syariah nya pemberian bonus adalah kebijakan perusahaan yang tidak dijanjikan
sebelumnya. Jika GTIS/GBI melakukan pelanggaran-pelanggaran diluar syariat
sebaiknya pihak terkait melakukan pencabutan izin usaha.
9. Apabila produk
gadai emas di Bank Mega Syariah tidak terselesaikan maka OJK sebaiknya segera
menutup produk tersebut agar tidak terjadi sengketa-sengketa kedepannya yang
dapat merusak citra perbankan syariah sebagai lembaga penyedia jasa keuangan
yang berlandaskan prinsip-prinsip ideologi yaitu prinsip syariat Islam.
10. OJK harus melakukan
pengawasan lebih intensif terhadap Bank Mega Syariah dan perbankan syariah
lainnya sebagai bentuk pembelajaran pelanggaran batas maksimum pembiayaan yang
dilakukan pihak perbankan syariah.
E.
Saran
Penelitian ini berdasarkan
beberapa informasi deskriptif dan belum mencakup pada aspek kuantitatif.
Sehingga belum mengkaji seberapa besar nilai materil yang terjadi dalam kasus
tersebut. Informasi yang didapatkan sangat terbatas sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut agar persengketaan dapat dikaji lebih mendalam.
Konfirmasi kepada pihak-pihak terkait secara langsung sangat dianjurkan agar
tidak terjadi kesalahpahaman. Beberapa hal terjadi dapat menjadi pembelajaran
bagi semua pihak baik itu masyarakat sebagai nasabah, perbankan syariah sebagai
penyedia jasa, pihak pemerintahan berupa OJK sebagai pengawas dan penerapan
prinsip kehati-hatian terhadap kerjasama dengan pihak lain.
F. Daftar
Pustaka
Kaunang,
Alfred, Pedoman Audit Internal, hal.72-76
Pramono,
Nindyo. 2003. Hukum Komersil (cetakan
pertama) . Jakarta: Pusat Penerbit UT.
Suhendi,
Hendi. 2014. Fiqh Muamalah cetakan ke-9.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah diterbitkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
No.2. 2008
www.bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/08
oleh Erlangga Djumena
www.tribunnews.com/bisnis/2014/05/10
oleh Rendy Sadikin
www.keuangan.kontan.co.id/new/2014/06/20
oleh Dea Chadiza Syafina
[1] Sispa Sritin Agustina
adalah mahasiswi jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester V.
[2] Rusdatunnajah adalah
mahasiswi jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester V.
E-mail: rusdatunnajah@yahoo.com
[3] Resti Oktaviani adalah mahasisiwi jurusan Manajemen Keuangan
Syariah semester V.
E-mail: resti.okta.ro@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar