Senin, 27 Maret 2017

JURNAL ARBITRASE SYARIAH (Study)

WANPRESTASI PEMBAYARAN BONUS ATAS PEMBELIAN EMAS DENGAN SISTEM PEMBIAYAAN BELI GADAI EMAS ANTARA PIHAK
NASABAH, BANK MEGA SYARIAH, DAN GTIS/GBI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Arbitrase Syariah yang dibina oleh:
Dr. Rudy Heryana, M.A.





Kelompok 3 :
Resti Oktaviani
Rusdatunnajah
Sispa Sritin Agustina


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI (SGD) BANDUNG
1437 H/ 2015 M
WANPRESTASI PEMBAYARAN BONUS ATAS PEMBELIAN EMAS DENGAN SISTEM PEMBIAYAAN BELI GADAI EMAS ANTARA PIHAK
NASABAH, BANK MEGA SYARIAH, DAN GTIS/GBI
Sispa Sritin Agustina[1]
Rusdatunnajah[2]
Resti Oktaviani[3]


ABSTRAK
Perkembangan perbankan syariah merambah pada produk-produknya yang semakin beragam. Adanya produk gadai emas menjadi salah satu investasi yang menjanjikan. Harga emas yang tidak pernah turun menjadi daya tarik investor untuk berinventasi banyak pada emas ini. BI melalui surat edarannya telah mengeluarkan peraturan bahwa gadai emas maupun cicil emas memiliki batas maksimal senilai dua ratus lima puluh juta rupiah. Meskipun sudah ada batas maksimal tetapi masih saja ada penyelewangan oleh beberapa oknum dimana gadai emas/cicil emas ini melebihi batas maksimum. Sehingga menimbulkan masalah dimana satu masalah ke masalah lain seperti hal nya yang terjadi di Bank Mega Syariah pada tahun 2014. Akibat terlalu tingginya melebihi pembiayaan maksimum yaitu 250 juta maka OJK pun tidak bisa membantu dalam segi keuangan. Fokus penelitian ini adalah bagaimana prosedur gadai sesuai SE Bank Indonesia dan akan diperbandingkan dengan prosedur gadai yang diterapkan syariah mandiri, hubungan kemitraan GTIS dan GBI dengan Bank Mega Syariah, dan penyelesaian dari kasus gadai emas yang mencapai miliaran ini yang melibatkan nasabah, manajemen Mega Syariah dan pihak OJK.

Keywords: Gadai Emas, Kasus Gadai Emas, Wanprestasi Gadai Emas

A. Pendahuluan
Perkembangan bank syariah semakin hari semakin berkembang.  Perkembangan tersebut diikuti oleh semakin banyaknya produk perbankan syariah yang mampu menyaingi bank konvensional. Salah satu produk perbankan syariah yang sedang berkembang pesat adalah produk gadai emas ataupun cicil emas. Produk ini menjanjikan karena kenaikan harga emas yang tiap tahunnya mencapai hampir 30%.
Adanya keuntungan yang menjajikan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menginvestasikan uangnya pada produk logam mulia yang harganya tidak pernah turun ini. Selain dianggap bisnis investasi yang paling aman. Tetapi ternyata bisnis yang menjajikan ini menjadi sebuah masalah bagi nasabah yang mencicil emas melebihi batas maksimal hingga mencapai miliaran rupiah.
Kasus ini terjadi di Bank Mega Syariah pada tahun 2014 yang melibatkan salah satu karyawan marketingnya. Pada awalnya karyawan berinisial FN, mengaku sebagai agen dari GTIS dan GBI merayu nasabah untuk membeli logam mulia di GTIS dan GBI. Kemudian ia menjajikan bahwa Bank Mega Syariah siap untuk memberikan pembiayaan sebesar 60%.
Masalah mulai muncul saat GTIS dan GBI tidak bisa memberikan bonus yang seharusnya diberikan. Saat jatuh tempo pembayaran nasabah tidak bisa melunasi cicilannya pada Bank Mega Syariah. Akibat telah melebihi batas jatuh tempo maka pihak Mega Syariah memutuskan untuk melelang emas nya dengan hasil penjualan 100% dikuasi oleh Bank Mega Syariah.
Nasabah yang tidak menerima keputusan tersebut akhirnya menuntut kepada pihak OJK untuk mengusut tuntas kasus ini. Menurut pihak OJK, nasabah berhak untuk melakukan pengaduan tetapi OJK tidak bisa membantu di bidang materil dalam penyelesaian kasus gadai yang melebihi 250 juta.
Masalah ini semakin rumit ketika pihak manajerial Bank Mega mengaku bahwa Mega Syariah tidak bekerja sama dengan pihak manapun baik GTIS dan GBI.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan batas waktu pada pihak Mega Syariah untuk menyelesaikan kasus ini sampai Desember 2014. Apabila tidak diselesaikan maka produk Gadai Emas di bank ini akan diberhentikan.
Bank Indonesia telah mengeluarkan surat edaran bahwa gadai emas ini tidak boleh melebihi batas maksimal 250 juta oleh sebab itu hal ini landasan SOP Gadai Emas di perbankan. Prosedur Bank Mega Syariah pun mencantumkan hal yang sama, tetapi pada pelaksanaannya hal ini tidak dipatuhi untuk keuntungan satu dua pihak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab kasus gadai emas pada bank mega syariah. Langkah yang ditempuh yaitu dengan pendeskripsian prosedur-prosedur kemudian pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, hingga penyelesaian kasus gadai emas ini oleh manajerial bank mega syariah dengan bantuan pihak ketiga yaitu ojk. Untuk itu penelitian ini diberi judul “Wanprestasi Pembayaran Bonus Atas Pembelian Emas Dengan Sistem Pembiayaan Beli Gadai Emas Antara Pihak Nasabah, Bank Mega Syariah, Dan Gtis/Gbi”.

B. Metode Penelitian
1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian diarahkan untuk mengetahui kasus atau permasalahan yang ada di Bank Mega Syariah. Difokuskan kepada pihak-pihak yang bersengketa yaitu nasabah, Bank Mega Syariah dan GTIS/GBI. Kemudian mengacu kepada objek yang disengketakan lalu menganalisisi putusan kasus dari permasalahan gadai emas ini.

2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dapat diuji kebenarannya dan sesuai dengan masalah yang diteliti secara lengkap ini menggunakan metode deskriptif.
Metode ini dilakukan dengan cara meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskipsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalah untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan tehnik analis atau in-depth analysis yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metode kualitatif yakin bahwa sifat suatu masalah akan berbeda akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya.

C. Pembahasan
1. Kajian Teoritis
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. (UU No.21 Th 2008 pasal 1 ayat 1)
Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakasanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. (UU No. 21 Th.2008 pasal 1 ayat 10)
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (UU No.10 tahun 1998)
Gadai ialah menjadikan suatu benda bernilai menurut padangan syara’ sebagai tanggungan utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima. (Basyir, 1983:50)
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalain atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasinya seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. (Pramono, 2003: 221)

2. Kajian Empiris
a. Pihak Bersangkutan
Dalam kasus ini pihak yang bersangkutan adalah nasabah, Bank Mega Syariah, GTIS/GBI serta OJK sebagai pemberi putusan kasus dari persengketaan ini.
Kasus ini berawal dari pengakuan nasabah yang di bujuk karyawan Bank Mega Syariah sebagai agen marketing GTIS/GBI. Fresiyanto, merayu nasabah ini agar mau membeli emas di GTIS/GBI melalui pembiayaan Bank Mega Syariah dengan dana talangan 60% dari harga pembelian. Fresiyanto Novendi adalah karyawan marketing gadai emas Bank Mega Syariah merupakan lulusan Manajemen Informatika Unisbank Semarang tahun 2001.(Kontan.co.id)
Bank Mega Syariah merupakan Unit Usaha Syariah dari Bank Mega (Bank Umum Konvensional) yang dalam kegiatan usahanya menjalankan jasa keuangan dengan prinsip syariah dengan produk-produk sesuai ketentuan dalam fiqh perbankan syariah.
Adapun beberapa hal mengenai produk gadai emas di Bank Mega Syariah adalah sebagai berikut. (Bank Mega Syariah Unit Semarang).
Syariah Mega Emas memiliki layanan produk berupa gadai emas, beli gadai emas, sistem gadai, dan tabungan emas sistem gadai. Dengan syarat sebagai berikut.
                 a.  Bukti identitas KTP
                b.  Barang yang digadaikan (emas lantakan, perhiasan dan koin emas)
Ketentuan gadai emas adalah sebagai berikut.
a.     Satu kali akad gadai lama adalah 120 hari
b.    Sistem sewa-titip adalah per-15 hari
c.     Besarnya ijarah:
·      Perhiasan : 1,5% / 30 hari; 0,75% / 15 hari
·      Emas lantakan :1,25% / 30 hari; 0,625 % / 15 hari
Beli gadai emas merupakan salah satu layanan produk syariah mega emas yang bertujuan untuk salah satu bentuk layanana investasi emas dengan metode talangan pembiayaan.
Modal  tersedia:
·       harga logam mulia adalah Rp425.000,-/gram
·       standar taksiran bank pergram Rp390.000,-
·       nilai gadai per gram (93% x Rp390.000,-) Rp362.700,-
·       biaya titip pergram perbulan 1,25% x taksiran = Rp4.875,-
·       estimasi perkembangan harga emas selama 1 tahun mencapai 25% (rata-rata mencapai 30%) menjadi Rp431.500,- dan buyback Rp429.000,-
·       talangan yang diberikan bank berdasarkan nilai gadai LM yang bersangkutan untuk 1 gram LM bank memberikan Rp362.700,- dengan perhitungan
·       1 gram x Rp390.000 x 93% = 362.700,- sehingga untuk memperoleh 1 gram LM investor hanya membutuhkan dana sebesar Rp62.300,- (Rp425.000,- dikurangi RP362.700,-) kemudian dengan modal awal yang tersedia sebesar Rp12.460.000,- akan didapat LM seberat 200 gram.
Dengan perolehan tersebut akan timbul:
   Ø  Kewajiban pokok gadai yang merupakan talangan dari bank sesar Rp72.540.000,-
   Ø  Biaya titip tahun 200 gram x Rp4.875 x 12 bulan = Rp11.700.000,-



Disimpulkan:
   Ø  Modal total yang digunakan modal awal Rp12.460.000,-  ditambah Total biaya titip selama 1 tahun Rp11.700.000,- menjadi Rp24.160.000,-
   Ø  Berat total LM yang didapat 200 gram
   Ø  Total kewajiban gadai yang merupakan talangan bank Rp72.540.000,-
   Ø  Dengan estimasi perkembangan emas dalam 1 tahun harga buyback mencapai Rp529.000,-
   Ø  Maka penjualan 200 gram LM adalah Rp105.800.000,-
   Ø  Keuntungan berkebun emas dapat dihitung dengan hasil penjualan LM Rp105.800.000,- dikurangi pokok kewajiban gadai Rp72.540.000,- dikurangi total modal yang digunakan Rp24.160.000,- = Rp9.100.000,-
dengan modal Rp24.160.000,- menggunakan metode beli gadai emas ROI (Return of Investment) berkebun emas menggunakan talangan mencapai 37,7%. BEP akan tercapai pada saat harga emas naik 13,7% atau nominal diangkat Rp483.500,-
   Ø  dengan talangan akan didapat keuntungan Rp9.100.000,-
Dalam kasus persengketaan gadai beli emas ini Bank Mega Syariah yang memberikan pembiayaan dana kepada nasabah menimbulkan permasalah. Saat nasabah sudah mencapai batas jatuh tempo pembayaran cicilan tidak melunasinya. Sehingga pihak Bank Mega Syariah memutuskan untuk melelang emas nasabah dengan 10% hasil lelang dikuasai Bank Mega Syariah.
GTIS atau Golden Traders Indonesia Syariah dulunya merupakan perusahaan jual beli emas biasa dengan nama PT Golder Traders Indonesia (GTI) pada tahun 2011. Perusahaan menambahkan kata “Syariah” sehingga menjadi PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Sedangkan GBI (Gold Bullion Indonesia) merupakan sebuah merk dagang (trading name) yang bergerak dalam bidang jual beli logam mulia yang menawarkan konsep jual-beli emas logam mulia berbasis syariah di Indonesia. Pada kasus-kasus sebelumnya sudah banyak permasalahan yang melibatkan GTIS/GBI ini. Awal dari kasus ini GTIS/GBI tidak bisa membayar bonus dari pembelian emas kepada nasabah. Sehingga nasabah tidak bisa membayar cicilan pembiayaan kepada BMS.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU No.21 tahun 2011 tentang Bank Indonesia. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasa, pemeriksaan dan penyidikan. Dalam kasus ini OJK sebagai pihak yang diminta bantuannya oleh nasabah yang melakukan gugatan terhadap Bank Mega Syariah.

b. Objek Sengketa
Kasus yang melibatkan Bank Mega Syariah ini adalah mengenai pembiayaan gadai beli emas. Beli gadai emas merupakan salah satu layanan produk syariah mega emas yang bertujuan untuk salah satu bentuk layanan investasi emas dengan metode talangan pembiayaan.
Pembiayaan Bank Mega Syariah yang diberikan kepada nasabah sebesar 60%. Dana tersebut mencapai milyaran rupiah. Menurut  Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) pemberian pembiayaan gadai emas memiliki batas maksimal sebesar Rp250.000.000,-. Tetapi dalam kasus ini pembiayaan atas nama nasabah mencapai milyaran. Sehingga OJK tidak bisa membantu dalam pengembalian dana melebihi batas maksimal yang telah ditentukan Bank Indonesia.

c. Putusan Kasus
Nasabah yang terlibat dalam kasus ini tidak menerima keputusan Bank Mega Syariah yang melelang emasnya karena telah melebihi batas jatuh tempo dengan hasil lelang 100% oleh BMS. Kemudian nasabah mengajukan gugatan terhadap BMS kepada OJK. Tetapi OJK tidak bisa membantu secara finansial karena pembiayaan nya sendiri melebihi ketentuan yang berlaku.
OJK meminta pihak manajerial Bank Mega Syariah membentuk action plan untuk menyelesaikan kasus ini. OJK menyarankan BMS untuk menyelesaikan kasus ini dengan cara kekeluargaan. Apabila Bank Mega Syariah tidak bisa menyelesaikan kasus sampai akhir 2014 maka produk gadai emas di BMS akan diberhentikan.


3. Analisis Peneliti Terhadap Putusan Kasus
1. Analisis Pelakasanaan Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)
Disebutkan ketentuan rahn dalam gadai syariah yaitu murtahin (penerima barang) mempunyai barang untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin, pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali atas seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, tetapi dapat dilakukan juga oleh murtahin. Sedangkan biaya pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. (Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)
Bank Mega Syariah dalam kasus ini berperan sebagai murtahin, jenis barang yang ditahan/marhun adalah logam mulia, sedangkan rahin/yang menyerahkan barang adalah nasabah. Nasabah wajib membayara biaya penyimpanan dan biaya pemeliharaan disamping cicilan pokok dari pembiayaan kepada Bank Mega Syariah. Tetapi dalam kasus ini nasabah tidak membayar cicilan dan biaya lainnya pada saat jatuh tempo.

2. Analisis Pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia Tentang Produk Gadai Emas di Perbankan Syariah
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI), Bank Syariah dan UUS dalam menjalankan produk Qardh Beragun Emas wajib memenuhi ketentuan sesuai Surat Edaran sebagai berikut:
a.         Mengajukan permohonan izin terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
b.        Memiliki kebijakan dan prosedur (Standard Operating Procedure/SOP) tertulis secara memadai, termasuk penerapan manajemen risiko.
c.         Jumlah portofolio Qardh Beragun Emas Bank Syariah pada setiap akhir bulan paling banyak adalah jumlah terkecil antara 20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan atau 150% dari modal bank (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum/KPMM); dan untuk UUS, sebesar 20% dari jumlah seluruh pembiayaan yang diberikan.
d.        Jumlah pembiayaan paling banyak sebesar Rp250.000.000,00 untuk setiap nasabah, dengan jangka waktu paling lama 4 bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 kali. Khusus untuk nasabah UMK dapat diberikan pembiayaan paling banyak sebesar Rp50.000.000,00, dengan jangka waktu paling lama 1 tahun dengan angsuran setiap bulan dan tidak dapat diperpanjang.
e.         Jumlah pembiayaan dibandingkan dengan nilai agunan atau Financing to Value (FTV) paling banyak 80% dari rata-rata harga jual emas 100 gram dan harga beli kembali (buyback) emas PT. ANTAM (Persero) Tbk.
f.         Bank Syariah atau UUS wajib menjelaskan secara lisan atau tertulis (transparan) kepada nasabah antara lain karakteristik produk (antara lain fitur, risiko, manfaat, biaya, persyaratan, dan penyelesaian apabila terdapat sengketa) dan hak dan kewajiban nasabah termasuk apabila terjadi eksekusi agunan emas.
Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk Qardh Beragun Emas sebelum memperoleh izin dari BI dikenakan sanksi teguran tertulis dan denda uang, dan bagi Bank Syariah atau UUS yang menjalankan produk Qardh Beragun Emas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam SE dapat dikenakan sanksi berupa penghentian produk tersebut.
Bagi Bank Syariah atau UUS yang telah menjalankan produk Qardh Beragun Emas sebelum berlakunya SE ini wajib menyesuaikan:
a.         kebijakan dan prosedur dengan mengacu pada karakteristik dan fitur produk Qardh Beragun Emas paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak berlakunya SE ini.
b.        jumlah portofolio Qardh Beragun Emas, jumlah dan jangka waktu pembiayaan setiap nasabah, dan FTV paling lama 1 tahun terhitung sejak berlakunya SE ini.
Terhadap SE Bank Indonesia Bank Mega Syariah dan nasabah terkait telah melanggar batas maksimum pembiayaan emas Rp250.000.000,- dan pembiayaan yang diberikan mencapai milyaran, hal tersebut jelas tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Pembelian emas dengan nama nasabah berbeda-beda merupakan sabotase yang jelas melanggar prinsip syariah karena terjadi keserakahan dalam kepemilikan harta.
Sesuai SE ini artinya Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah hanya boleh bekerja sama dengan PT Antam sebagai penyedia produk logam mulia, sedangkan dalam kasus ini seorang karyawan melibatkan GTIS/GBI. Saat dikonfirmasi kepada manajerial pihak Bank Mega Syariah, hal tersebut dipungkiri karena Bank Mega Syariah tidak pernah terlibat dengan pihak manapun. Artinya, karyawan bernama Fresiyanto Novendi ini telah melanggar SOP Bank Mega Syariah dan pihak Bank Mega Syariah pun tidak melakukan kontrol sebagaimana mestinya.
Dalam SE bagian f terdapat peraturan bahwa Bank Syariah harus menyelesaikan persengketaan yang terjadi dengan transparansi kepada nasabah dan wajib memenuhi hak serta kewajiban nasabah. Dalam kasusnya Bank Mega Syariah melakukan pelelangan emas dengan hasil 100% dikuasai oleh BMS. Hal tersebut, jelas tidak memenuhi prinsip keadilan karena nasabah tidak mendapatkan hak nya terhadap hasil lelang sebesar pembayaran cicilan yang telah dilakukan.
Karyawan bernama Fresiyanto Novendi tidak melakukan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan produk beli gadai tersebut karena melibatkan GTIS dan GBI yang jelas pada sebelum-sebelumnya telah terjadi banyak kasus persengketaan. Seharusnya Bank Mega Syariah melakukan pengawasan yang ketat terhadap penghimpunan/penyaluran dana agar apabila terjadi risiko tidak merugikan salah satu pihak atau wanprestasi.

3. Analisis Berdasarkan UU No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Adapun beberapa bagian dari UU No.21 tahun 2008 mengenai analisa kasus ini yaitu menyangkut pada beberapa pasal sebagai berikut.
·         Prinsip Kehati-hatian Perbankan Syariah menurut pasal 35 UU N0.21 tahun 2008.
1.      Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatana usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.
·         Kewajiban Pengelolaan Risiko menurut pasal 38 UU No. 21 tahun 2008.
1.      Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan managemen risiko, prinsip mengenai nasabah, dan perlindungan nasabah.
2.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
·         Menurut pasal 39 UU No.21 tahun 2008
Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada Nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risisko kerugian sehubungan dengan transaksi Nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah dan atau UUS.
·         Menurut pasal 40 UU No.21 tahun 2008

1.      Dalam hal Nasabah penerima Fsilitas tidak memenuhi kewajibannya, Bank Syariah dan UUS dapat membelin sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun diluar pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan pemberian. Kuasa untuk menjual dari pemilik Agunan, dengan ketentuan Agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya  dalam jangka waktu satu tahun.
2.      Bank syariah dan UUS harus memperhitungkan harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kewajiban Nasabah kepada Bank Syariah dan UUS yang bersangkutan.
3.      Dalam hal harga pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada Bank Syariah dan UUS, selisih kewajiban jumlah tersebut harus dikembalikan kepada Nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait dengan proses pembelian Agunan.
4.      Ketentuan lebih lanjut menegnai pembelian Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peratutran Bank Indonesia.
Dalam hal ini Bank Mega Syariah berarti tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang dimaksud dalam UU No.21 Tahun 2008 .

3. Analisis Putusan Kasus dari OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan putusan agar kasus  yang melibatkan dana milyaran ini diselesaikan secara kekeluargaan dan akan menutup produk gadai emas di Bank Mega Syariah apabila tidak diselesaikan pada akhir tahun. Merupakan hal bijak apabila Bank Mega Syariah tidak bisa menyelesaikan kasus dengan cepat produknya akan ditutup atau diberhentikan. Hal tersebut untuk menghindari kasus-kasus lain yang dapat menghambat dalam perkembangan perbankan syariah dan citranya di masyarakat sebagai perbankan yang menjunjung nilai-nilai syariat Islam.

D. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa analisis dari kasus wanprestasi beli gadai emas di Bank Mega Syariah yang melibatkan pihak Nasabah dan GTIS/GBI serta OJK sebagai pemberi putusan kasus, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1.      Nasabah tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran pembiayaan atas pembelian emas kepada Bank Mega Syariah sampai jatuh tempo. Atas hal tersebut maka Bank Mega Syariah berhak melelang emas atau logam mulia sebagai objek dari beli gadai emas.
2.      Nasabah yang melakukan gugatan terhadap Bank Mega Syariah karena melebihi batas ketentuan pembiayaan yaitu Rp250.000.000,- tidak berhak melakukan gugatan terhadap Bank Mega Syariah atau gugatan tersebut dapat kembali pada nasabah. Jika  nasabah telah mengetahui batasan tersebut, seharusnya nasabah tidak mengambil tawaran dari marketing Bank Mega Syariah untuk membeli emas di GTIS/GBI.
3.      Karyawan bernama Fresiyanto Novendi telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Operating Procedure (SOP) mengenai batas maksimal pembiayaan yaitu Rp250.000.000,- serta memalsukan nama nasabah untuk memperoleh pembiayaan bernilai milyaran rupiah.
4.      Marketing gadai emas Bank Mega Syariah tersebut dalam kesimpulan ketiga telah melanggar SOP mengenai kebijakan Bank Mega Syariah yang tidak bekerjasama dengan pihak manapun baik itu GTIS/GBI karena hanya boleh melibatkan PT Antam.
5.      Bank Mega Syariah tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagaimana tertulis dalam UU No.21 tahun 2008 pasal 35 karena tidak melakukan kontrol internal terhadap penyaluran dana oleh pihak marketing Bank Mega Syariah itu sendiri.
6.      Bank Mega Syariah perlu melakukan audit internal tentang karyawannya apakah Fresiyanto Nopendi ini masih layak sebagai karyawan atau tidak.
7.      Bank Mega Syariah tidak melakukan penyelesaian risiko dengan baik dan lambat dalam mengambil keputusan. Serta Bank Mega Syariah tidak memberikan hak nya kepada nasabah atas hasil lelang sebesar pembiayaan yang telah dibayarkan kepada pihaknya dan mengambil 100% hasil lelang merupakan hal yang tidak adil.
8.      GTIS/GBI apabila telah melakukan banyak kasus yang merugikan nasabahnya sebaiknya mengkaji ulang dalam pemberian bonus yang menjanjikan kepada nasabah. Karena pada prinsip syariah nya pemberian bonus adalah kebijakan perusahaan yang tidak dijanjikan sebelumnya. Jika GTIS/GBI melakukan pelanggaran-pelanggaran diluar syariat sebaiknya pihak terkait melakukan pencabutan izin usaha.
9.      Apabila produk gadai emas di Bank Mega Syariah tidak terselesaikan maka OJK sebaiknya segera menutup produk tersebut agar tidak terjadi sengketa-sengketa kedepannya yang dapat merusak citra perbankan syariah sebagai lembaga penyedia jasa keuangan yang berlandaskan prinsip-prinsip ideologi yaitu prinsip syariat Islam.
10.  OJK harus melakukan pengawasan lebih intensif terhadap Bank Mega Syariah dan perbankan syariah lainnya sebagai bentuk pembelajaran pelanggaran batas maksimum pembiayaan yang dilakukan pihak perbankan syariah.

E. Saran
Penelitian ini berdasarkan beberapa informasi deskriptif dan belum mencakup pada aspek kuantitatif. Sehingga belum mengkaji seberapa besar nilai materil yang terjadi dalam kasus tersebut. Informasi yang didapatkan sangat terbatas sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut agar persengketaan dapat dikaji lebih mendalam. Konfirmasi kepada pihak-pihak terkait secara langsung sangat dianjurkan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Beberapa hal terjadi dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak baik itu masyarakat sebagai nasabah, perbankan syariah sebagai penyedia jasa, pihak pemerintahan berupa OJK sebagai pengawas dan penerapan prinsip kehati-hatian terhadap kerjasama dengan pihak lain.

F. Daftar Pustaka
Kaunang, Alfred, Pedoman Audit Internal, hal.72-76
Pramono, Nindyo. 2003. Hukum Komersil (cetakan pertama) . Jakarta: Pusat Penerbit UT.
Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Muamalah cetakan ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diterbitkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.2. 2008
www.bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/08 oleh Erlangga Djumena
www.keuangan.kontan.co.id/new/2014/06/20 oleh Dea Chadiza Syafina





[1] Sispa Sritin Agustina adalah mahasiswi jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester V.
[2] Rusdatunnajah adalah mahasiswi jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester V.
E-mail: rusdatunnajah@yahoo.com
[3] Resti Oktaviani  adalah mahasisiwi jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester V.
E-mail: resti.okta.ro@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar