Senin, 27 Maret 2017

STUDI PROGRAM SATU DESA SATU BMT (BAITUL MAL WA TAMWIL) SEBAGAI SOLUSI PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)

STUDI PROGRAM SATU DESA SATU BMT (BAITUL MAL WA TAMWIL) SEBAGAI SOLUSI PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Sispa Sritin Agustina[1]­


ABSTRAK
Perekonomian Indonesia saat ini sedang berada pada kondisi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). MEA menyebabkan persaingan yang sangat bebas dalam upaya mendapatkan kesejahteraan ekonomi. Masyarakat Indonesia sudah disiapkan sebelumnya dalam menghadapi MEA ini. Akan tetapi tidak semua masyarakat siap dan tidak semua upaya pemerintah juga dapat menyentuh masyarakat UMKM di pedesaan. Program Satu Desa Satu BMT yang diusulkan oleh ketua FoSSEI dianggap mampu menjadi solusi dalam perekonomian Indonesia. Setelah di kaji secara kualitatif deskriptif ternyata ada banyak peluang untuk mensukseskan program satu desa satu BMT ini. Walaupun masih banyak kendala, akan tetapi program ini bisa di-landing-kan. Seiring berjalannya waktu, masyarakat yang pola pikirnya terhadap lembaga keuangan syariah menganggap ribet akan terbiasa jika dibarengi dengan pencerdasaan dan pembiasaan pola piker melalui pemberian informasi secara berkesinambungan. BMT bisa jauh lebih baik daripada koperasi dalam membangun perekonomian. Karena BMT ini bisa mengelola Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) sebagai bentuk distribusi harta, untuk kemudian disalurkan kepada yang membutuhkan.

Kata kunci : BMT, Satu Desa Satu BMT, Ekonomi Islam, MEA

A.    Pendahuluan
Perkembangan ekonomi dari waktu ke waktu semakin berkembang, terutama dalam pengembangan teknologi sebagai penunjang bahkan sumber penghasilan masyarakat.  Ekonomi menjadi hal yang menarik dan saling keterkaitan dengan segala bidang. Seiring dengan perkembangan ekonomi, terjadi banyak permasalahan karena adanya kapitalisme yang menyebabkan yang kaya menjadi kaya, yang miskin semakin miskin.
Kebijakan ekonomi tidak hanya dilakukan pada skala regional di suatu negara, tetapi sekarang sudah mencakup pada hubungan bilateral antar negera. Salah satu fenomena ekonomi yang sedang dijalani saat ini adalah MEA.
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) adalah sebuah sistem perdagangan bebas antar Negara anggota ASEAN. Jadi pada sistem ini dihilangkan bea cukai dan negara-negara lain bebas dalam memasukan barangnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 (bahasa Inggris: ASEAN Economic Community (AEC)) adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN.[2]
Dalam rangka menghadapi MEA, pemerintah telah melakukan segala persiapan dari jauh-jauh hari. Mulai dari sosialisasi MEA dan pelatihan keterampilan kepada masyarakat, pembangunan infrastruktur (seperti pelabuhan, bandara, dsb), serta perbaikan kebijakan yang diselaraskan dengan MEA.
Bukan hanya dari pemerintah, jajaran masyarakat juga telah mempersiapkan diri. Misalnya pada sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) mulai melakukan pengembangan usaha. Para mahasiswa mulai mengikuti pelatihan keahlian dibidang kejuruannya. Serta pelatihan bahasa asing ramai dijalankan oleh seluruh instansi dan organisasi demi menghadapi persaingan di era MEA.
Akan tetapi dalam menjalani MEA ini tidak semua masyarakat sadar akan pentingnya mempersiapkan diri, sehingga mau tidak mau, tenaga kerja Indonesia harus bersaing dengan pendatang dari negara ASEAN lain. Dalam rangka menjalani MEA ini pemerintah meminta agar masyarakat bergerak bersama (berjamaah) karena MEA ini tidak bisa dijalani oleh satu orang saja.
Dalam hal menyeimbangi perkembangan, ekonomi Islam pun semakin menjadi perbincangan menarik. Terutama dikalangan para pegiat ekonomi Islam dengan visi dakwahnya, yaitu membumikan ekonomi syariah. Keberadaan ekonomi Islam dipandang sebagai solusi dari segala permasalahan ekonomi kapitalisme dan liberalisme. Kemudian menjadi suatu produk pada beberapa sektor ekonomi.
Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) bekerja sama dengan Asosiasi BMT se-Indonesia (ABSINDO), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan Kementerian Desa untuk mewujudkan program satu desa satu BMT. Hal ini disampaikan oleh Presidium Nasional I FoSSEI, Syahid Irfan Mubarok.[3]
Adanya program Satu Desa Satu BMT tersebut sebagai salah satu upaya pembangunan ekonomi dari bawah karena pembangunan ekonomi dari atas sudah sulit maka diusulkanlah program ini. Terutama dengan kondisi MEA yang menuntut masyarakat agar mampu menyiapkan diri untuk bersaing, BMT dianggap mampu memberdayakan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) masyarakat Indonesia.
BMT oleh masyarakat awam lebih dikenal sebagai koperasi syariah akan tetapi BMT ini memang berbeda dengan koperasi syariah karena tidak mengelola ZIS. Kehadiran BMT biasanya hanya berada disekitaran mesjid maupun di lingkungan kampus yang berbasiskan Islam. Pendirian BMT tersebut biasanya bermulakan sebagai badan pengelola zakat, infaq dan sedekah. Tetapi seiring dengan kebutuhan perekonomian mikro maka ditambahkan juga produk-produk BMT yang bermanfaat bagi umat.
Dalam sistem Operasional BMT sebenarnya mencakup 4 hal, yaitu penghimpunan dana (funding), penyaluran dana (landing), jasa, dan pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Berikut ini beberapa hal yang lebih rinci dari operasional nya.
1.      Produk Penghimpunan Dana (Funding)
a.       Deposito, yaitu produk penghimpunan dana dimana ada pemilik dana yang mempercayakan uangnya untuk dikelola BMT dengan menggunakan akad bagi-hasil (mudharabah) dengan nisbah tertentu yang ditentukan di awal akad dalam jangka waktu tertentu.
b.      Tabungan/simpanan, produk ini memiliki banyak pilihan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa produk tabungan/simpanan yang biasanya ada di BMT adalah sebagai berikut.
-          Tabungan pernikahan
-          Tabungan haji/umroh
-          Tabungan qurban
-          Tabungan kelahiran
-          Tabungan pendidikan
-          Tabungan/simpanan hari tua
-          Tabungan/simpanan aqiqoh
2.      Produk Penyaluran Dana (Landing)[4]
1)      Pembiayaan Mudharabah (Pembiayaan Total-Bagi Hasil)
Mudharabah ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal, dengan syarat bahwa keuntungna diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.[5]
2)      Pembiayaan Musyarakah (Pembiayaan Bersama – Bagi Hasil)
Musyarakah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.[6]
3)      Pembiayaan Murabahah (Pemilikan Barang Jatuh Tempo – Margin)
Murabahah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam jual beli yang pembayarannya ditangguhkan.
4)      Pembiayaan Aji Bitsaman Ajil (Pemilikan Barang Angsuran – Margin)
Aji Bitsaman Ajil yaitu akad antara dua pihak atas penjualan barang dengan cara diangsur.
5)      Pembiayaan Al Qardaul Hasan (Pinjaman)
Qardul Hasan yaitu pemberian pinjaman tanpa adanya kelebihan dari pengembalian baik bagi hasil maupun margin. Pengembalian hanya sekedar pokok pinjaman yang dapat dibayarkan secara angsur maupun ditangguhkan.
3.      Produk Jasa
Produk jasa yang ada pada BMT merupakan salah satu produk usaha BMT untuk mendapatkan keuntungan guna mensejahterakan para anggotanya. Produk jasa tersebut biasanya jasa percetakan seperti fotokopi ataupun mencetak biasa. Selain itu ada juga penjualan barang-barang seperti ATK ataupun makanan, minuman bahkan pakaian.
4.      Produk ZIS
Produk lain dari BMT yang membedakan BMT dengan koperasi yaitu adanya produk penghimpunan Zakat, Infaq dan Sedekah. Zakat sebagai salah satu potensi besar untuk kesejahteraan umat dapat di kelola BMT dengan baik dengan penyalurannya yang benar.
Pada intinya BMT ini sebagai lembaga keuangan syariah yang bisa menjadi alternatif dari jauhnya keberadaan LKS dari tempat tinggal. BMT ini merangkul UMKM di pedesaan dan dalam skala lingkungan kecil.
Ada keterkaitan antara wacana peluncuran program satu desa satu BMT dengan keberadaan MEA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peluang dan tantangan dari pelaksanaan program satu desa satu BMT serta kemampuan program ini sebagai solusi perekonomian Indonesia di era MEA. Untuk itu penelitian ini diberi judul Studi Program Satu Desa Satu BMT (Baitul Mal Wa Tamwil) Sebagai Solusi Perekonomian Indonesia Di Era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).

B.     Metode Penelitian
Fokus penelitian diarahkan untuk mengetahui kasus atau permasalahan sosial ekonomi di Era MEA dan penerapan program Satu Desa Satu BMT sebagai solusi perekonomian Indonesia di era MEA. Difokuskan kepada peluang dan tantangan dari penerapan BMT. Kemudian mengacu kepada sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, sejauh mana BMT ini dapat menjadi solusi bagi perekonomian.
Untuk memperoleh data yang dapat diuji kebenarannya dan sesuai dengan masalah yang diteliti secara lengkap ini menggunakan metode deskriptif. Metode ini dilakukan dengan cara meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskipsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalah untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan tehnik analis atau in-depth analysis yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metode kualitatif yakin bahwa sifat suatu masalah akan berbeda akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya.
C.    Hasil Penelitian
1.      Analisis Keadaan Sosial Ekonomi Indonesia di Era MEA
a.      Kelebihan Sosial Ekonomi Indonesia di Era MEA
Terdapat beberapa kelebihan dalam keberadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia di Era MEA ini di antaranya:
-          Sumber daya alam yang seakan tidak pernah habis. Artinya banyak sekali peluang usaha, asalkan mampu kreatif dan inovatif dalam menciptakan suatu produk.
-          Pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan pemerintah semakin banyak, guna memberikan kelancaran dalam mengatasi keberadaan MEA. Misalnya: telah di bangun pelabuhan-pelabuhan, pembangunan jalan tol, pembangunan bandara, dsb. Dapat mempermudah akses tranpostasi pengiriman barang ekspor.
-          Telah diadakannya pelatihan keterampilan dan bahasa diberbagai kalangan mulai dari ibu rumah tangga hingga mahasiswa menjadi peningkatan kualitas SDM.
-          Paket kebijakan ekonomi jilid IV yang ditetapkan oleh pemerintah dimana pada kebijakan tersebut mempermudah perizinan usaha dan pengurangan pajak menjadi keuntungan tersendiri. Diharapkan masyarakat tidak selalu berpandangan untuk menjadi pegawai namun mampu menciptakan usaha sendiri bahkan mampu membuka lapangan pekerjaan.
-          Keberadaan sosial masyarakat Indonesia senang bergotong royong dan senang membantu sesame.

b.      Kelemahan Sosial Ekonomi Indonesia di Era MEA
Disamping kelebihannya terdapat beberapa kelemahan dalam keberadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia di Era MEA ini, di antaranya:
-          Adanya beberapa masyarakat yang tidak sadar akan persaingan yang akan dihadapi sehingga acuh dan tidak menyiapkan diri atas persaingan. Yaitu persaingan dengan para pendatang/pencari kerja dari luar Indonesia yang lebih siap dalam menghadapi MEA dengan segala kompetensi yang telah dipelajari.
-          Selain ada masyarakat yang bersifat apatis (tidak peduli), ada juga sekelompok masyarakat yang tidak percaya diri untuk mengembangkan potensi. Sehingga dalam melakukan usaha pun tidak melakukan inovasi yang berkesinambungan.

2.      Analisis Peluang dan Kendala Penerapan Program Satu Desa Satu BMT di Indonesia Pada Era MEA
a.      Peluang Penerapan Program Satu Desa Satu BMT di Indonesia Pada Era MEA
Ada beberapa peluang dalam penerapan program Satu Desa Satu BMT di antaranya:
-          Adanya dukungan pemerintah terhadap lembaga keuangan syariah sebagai salah salah satu alternatif pemecahan permasalahan ekonomi. Sekarang, pendirian BMT dipermudah prosesnya.
-          Semakin banyaknya SDM yang berasal dari lulusan ekonomi syariah yang dapat menjadi agen-agen dalam pendirian BMT di masyarakat tempat tinggalnya.
-          Pemahaman para investor terhadap sistem ekonomi Islam yang dianggap lebih baik dari ekonomi konvensional yang masih terdapat riba.

b.      Kendala Penerapan Program Satu Desa Satu BMT di Indonesia Pada Era MEA
Ada beberapa kendala dalam penerapan program Satu Desa Satu BMT di antaranya:
-          Akad-akad dalam produk BMT yang banyak dan berasal dari istilah bahasa arab dianggap masyarakat ribet, dan sulit untuk dimengerti.
-          SDM lulusan ekonomi syariah lebih memandang lembaga keuangan syariah yang besar dibandingkan BMT yang target sasarannya UMKM.
-          Masyarakat lebih mengetahui koperasi daripada BMT.
D.    Pembahasan
Menurut Grossman (dalam buku Prathama Rahardja), sebuah sistem ekonomi dikatakan baik bila dilihat dari dua aspek:[7]
-          Daya tahan dan daya adaptasi (adjustment and adaptation capabilities) terhadap ketidakpastian ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang.
-          Unjuk prestasi (performance) yang berupa kemakmuran, pertumbuhan, produktivitas, pemberdayaan, dan terpeliharanya lingkungan hidup.
Ada beberapa macam sistem ekonomi, tetapi di Indonesia sistem ekonomi yang berlaku yaitu Sistem Ekonomi Pancasila. Dimana segala peraturan dan regulasi berasaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Ada tiga pasal yang dianggap sebagai fondasi tentang SEP, yaitu pasal 33, dan pasal 23, pasal 34 UUD 1945.[8]
Pasal 33:
Ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakna untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 23 ayat 1: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan, pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
Pasal 34 : Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila, yang sering disebut sebagai Demokrasi Ekonomi, secara garis besar ada empat sebagai berikut.[9]
a.       Peranan negara penting, tetapi tidak dominan. Maksudnya, agar dapat dicegah tumbuhnya sistem ekonomi komando. Peranan swasta penting, tetapi tidak dominan. Maksudnya, agar dapat dicegah tumbuhnya sistem liberal. Dalam SEP, usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan secara seimbangan.
b.      Sistem ekonomi tidak didominasi oleh modal dan tidak didominasi buruh. Sistem ekonomi didasarkan atas asas kekeluargaan menurut keakraban hubungan manusia.
c.       Masyarakat memegang peranan penting. Maksudnya, produksi dikerjakan oleh semua, dan di bawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota masyarakat.
d.      Negara menguasai bumi, air, dan kakayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dari beberapa hal di atas mengenai Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) sebenarnya sesuai jika disebandingkan dengan sistem ekonomi Islam, yaitu mengutamakan kesejahteraan bersama, tidak melakukan monopoli, yaitu dengan adanya kontrol dari pemerintah atas kebijakan moneter.
BMT sebagai salah satu jebolan dari ekonomi Islam dimana jangkauannya adalah masyarakat pedesaan sangat cocok dengan keberadaan letak geografis Indonesia yang sangat luas dan penyebaran demografi yang beragam bisa menjadi garapan BMT.
BMT yang tersebar di setiap desa akan mampu membaca potensi sumber daya alam yang dapat dikelola dengan baik. Apalagi sumber daya alam di berbagai daerah di Indonesia sangat beragam sehingga dapat menghasilkan produk bisnis yang juga beragam. BMT bisa menjadi sumber pendanaan bagi masyarakat yang ingin memulai usaha kecil dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
Dukungan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur juga bisa menjadi faktor penunjang penyuksesan program satu desa satu BMT. Contoh nya saja, dengan dibangunnya pelabuhan sebagai pusat dari pengumpulan hasil tangkapan nelayan maka pada tempat tersebut mempunyai potensi untuk didirikan BMT. Apalagi masyarakat yang mempunyai beberapa rencana kedepan seperti pendidikan untuk anak, atau haji dan umrah, BMT bisa menjadi solusi dalam hal tersebut. Adanya kemudahan dalam distribusi barang bisa disosialisasikan BMT kepada masyarakat, agar masyarakat termotivasi untuk menjual produknya ke luar negeri, tentu saja dengan peningkatan mutu yang layak.
Masyarakat yang telah mempunyai keterampilan khusus, yang telah dibina oleh pemerintah, bisa didanai BMT untuk menciptakan suatu usaha baik itu menciptakan produk barang maupun layanan jasa.
Adanya paket kebijakan jilid IV dalam permudahan segala bentuk perizinan usaha baik UMKM maupun lembaga keuangan bisa menjadi peluang mudah untuk pendirian BMT di setiap desa. Serta program ini dapat diusulkan pada pemerintah sebagai upaya untuk peningkatan UMKM di Indonesia di Era MEA ini.
Adapun segala kelemahan dari ketidakpeduliannya masyarakat terhadap MEA, akan dirasakan sendiri setalah terjadi sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan karena banyaknya calon pekerja luar yang lebih berkompeten. Setelah merasakan hal tersebut maka mereka akan sadar akan pentingnya menambah kapasitas diri. Hal ini bisa dicover BMT dalam suatu program pelatihan di pedesaan. Masyarakat yang telah memiliki tambahan kompetensi akan semakin percaya diri dalam menghadapi MEA.
Keberadaan investor/penanam modal/shahibul maal juga menjadi hal penting dalam mendirikan suatu lembaga keuangan. Semakin banyaknya investor muslim yang merasa bahwa ekonomi syariah lebih baik dari ekonomi konvensional juga bisa menjadi peluang untuk didirikannya BMT. Program ini dapat diusulkan kepada para pemilik modal di tiap-tiap desa sebagai penanam modal, tentunya dengan studi kelayakan bisnis yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Dewasa ini, semakin banyak lulusan ekonomi syariah yang dapat direkrut oleh ABSINDO (Asosiasi BMT Se-Indonesia) bekerjasama dengan pegiat ekonomi syariah untuk dapat dilakukan pelatihan khusus tentang pengelolaan BMT. Setelah diberikan pelatihan, para sarjana ini dapat dibimbing untuk mendirikan dan mengembangkan BMT di desanya masing-masing.
Selain itu kurang nya pemahaman masyarakat tentang BMT ini menjadi kendala. Memang tidak akan mudah dalam merubah pola pikir masyarakat tentang kemampuan BMT dalam mengelola UMKM, apalagi dengan nama-nama akad yang dianggap ribet. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu masyarakat yang terus-menerus diberi tahu akan menjadi tahu walaupun tidak terlalu paham secara lengkap. Yang terpenting masyarakat mau menggunakan produk BMT terlebih dahulu.
Adanya BMT yang tidak hanya sebagai pengelola keuangan dan penyedia jasa akan tetapi juga sebagai pengelola Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS), bisa menjadi solusi dari penyelewengan sejumlah oknum yang menyelewengkan zakat. Tidak jarang dijumpai banyak oknum yang menjadi amilin, yang diberi amanah dari BAZNAS setiap penghimpunan zakat fitrah, malah menyelewengkan zakat yang ada. Adanya BMT juga bisa menjadi salah satu solusi dari kecurangan ini.
Keberadaan ZIS sebagai distribusi harta dalam Islam dapat dikelola BMT agar kemudian penerimaan ZIS ini bisa menjadi bantuan dana qardhul hasan bagi masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan. Misalnya untuk keperluan pendirikan bahkan mungkin untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti sakit ataupun kecelakaan.
Keberadaan koperasi di daerah-daerah memang sudah bagus, tetapi koperasi tidak diberikan wewenang dalam pengelolaan ZIS, sehingga BMT mempunyai nilai lebih dari koperasi. BMT sebenarnya lebih berpotensi dibandingkan koperasi yang dipercaya dapat menumbuhkan UMKM. Sifat masyarakat Indonesia yang menyukai gotong royong bisa diubah pola pikir nya sedikit demi sedikit pada kemampuan sistem BMT yang dapat membantu perekonomian masyarakat guna mensejahterakan bangsa. Selain itu, BMT ini tidak melanggar unsur syariah yaitu riba (bunga) seperti yang diterapkan koperasi.


E.     Simpulan dan Saran
1.      Simpulan
BMT merupakan lembaga keuangan syariah mikro yang melakukan kegiatan usaha berupa penghimpunan, penyaluran, jasa dan pengelola ZIS. BMT sebagai lembaga keuangan syariah bisa menjadi alternatif dari jauhnya keberadaan LKS di masyarakat pedesaan. BMT ini merangkul UMKM di pedesaan dan dalam skala lingkungan kecil.
Selain dapat menyentuh setiap lapisan masyarakat mikro, BMT juga dibandingkan koperasi bisa melakukan pengelolaan zakat untuk disalurkan kembali kepada yang lebih membutuhkan. BMT sebagai salah satu jebolan ekonomi syariah yang tentunya memiliki nilai lebih dari koperasi karena tidak adanya sistem ribawi bisa menjadi menarik minat investor muslim.
Keberadaan MEA yang memerlukan penangan ekonomi secara berjamaah bisa menjadi alasan pendirian BMT secara serentak ini di setiap pedesaan di Indonesia. Jika hal ini mampu mendapat dukungan dari pemerintah dan terdapat pengawasan yang baik, BMT bisa menjadi solusi dalam perekonomian di era MEA. Walaupun banyak kekurangan dan hambatan dalam pendirian BMT, jika hal ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, serius, fokus dan dijalani bersama maka BMT akan sukses dalam membangun ekonomi yang sejahtera.

2.      Saran
Penelitian ini berdasarkan beberapa informasi deskriptif dan belum mencakup pada aspek kuantitatif. Sehingga belum mengkaji seberapa besar peluang penerapan program satu desa satu BMT di Indonesia. Informasi yang didapatkan sangat terbatas sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut agar pengkajian dapat dilakukan lebih mendalam. Serta perlu untuk meneliti kesiapan masyarakat untuk pelaksanaan satu desa satu BMT ini. Studi mengenai kasus ini bisa menjadi rujukan bagi  para pegiat ekonomi syariah guna penelitian lebih lanjut. Penelitian bisa lebih jauh seperti Skripsi, Tesis maupun Disertasi.

F.     Daftar pustaka
Rahardja, Prathama, dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi & Makroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Wahyudin, Cecep Wahyu, dkk. 2013. Bahasa Indonesia. Bandung: Pusat Bahasa UIN SGD Bandung.
http://economy.okezone.com/topic/1809/ekonomi-ri



[1] Sispa Sritin Agustina adalah mahasiswi jurusan Manajemen Keuangan Syariah semester VI (MKS 6 – E) di UIN SGD Bandung. E-mail: sispa.agustina@yahoo.com
[2] Ahmad Shodiqin “Pengertian Masyarakat Ekonomi Asean dan Kesiapan Indonesia Menghadapi MEA”, diakses dari http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/ pada Desember 2015
[3] Agus Sasongko “Program Satu Desa Satu BMT Dicanangkan”, diakses di http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/15/03/22/nlm5gg-program-satu-desa-satu-bmt-dicanangkan, pada 23 Maret 2015.
[4]“ Produk BMT di BMT Amanah”, artikel dalam https://bmtamanah.wordpress.com/ category/bmt/, diakses terakhir Agustus 2009.
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2014), hlm.138
[6] Ibid, hlm. 127
[7] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi & Makroekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008) hlm. 478
[8] Loc.cit.
[9] Loc.cit. Hlm. 487

Tidak ada komentar:

Posting Komentar