PENGAWASAN
DAN EVALUASI STRATEGI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Strategi
Dosen pengampu:
Hj. Didah
Durrotun Naafisah, M.Ag.
Kelompok :
1. Rahmi
Ratna Insani/ 1133070179
2. Restia
Virnawati/ 1133070188
3. Sandi
Abdul Rohim/ 1133070203
4. Sipa
Nurhasanah / 1133070213
5. Sispa
Sritin Agustina / 1133070214
JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016 M/1438 H
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah swt. Tuhan semesta alam atas segala berkah, taufik, rahmat
dan hidayah-Nya yang begitu besar, shalawat
serta salam semoga tercurah limpah kepada teladan umat manusia, Muhammad saw.,
dengan mengucapkan Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen
strategi.
Makalah
ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu. Oleh sebab
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: kedua orangtua, Ketua Jurusan
Manajemen Keuangan Syariah, Dosen mata kuliah, dan teman-teman seperjuangan
yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan yang begitu besar. Atas dasar
hal itulah semua keberhasilan ini berawal. Semoga semua ini dapat memberikan
kebahagiaan bagi semua pihak yang terlibat dan menuntun pada perjuangan yang
lebih baik lagi.
Penulis menyadari makalah ini masih
banyak kekurangan. Maka, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar laporan ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengucapkan terima
kasih kepada pembaca semoga memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan
umumnya bagi pembaca.
Bandung,
22 November 2016
Penulis.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Menejemen
merupakan sebuah subyek yang sangat penting karena mempersoalkan usaha
penetapan serta pencapaian sasaran-sasaran.
Dan manajemen menyentuh serta mempengaruhi kehidupan hampir semua
manusia. Menejemen menyebabkan bahwa kita menyadari kemampuan-kemampuan kita;
dengan menunjukkan cara kearah pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik. Fungsi
fundamental keempat, manajemen yang akan di bahas adalah pengawasan. Pengawasan
memang mengalami perubahan tetapi tidaklah seperti halnya fungsi-fungsi
fundamental lainnya.
Pengawasan
dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari
aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Wajar apabila terdapat adanya kekeliruan
tertentu,kegagalan dan petunjuk yang tidak efektif hingga terjadi penyimpangan
yang tidak diinginkan daripada tujuan yang dicapai. Maka oleh karennya fungsi
pengawasan perlu dilakukan.
Pengawasan dan Evaluasi diibaratkan
sebagai satu keping mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Maksudnya, pengawasan
tanpa Evaluasi maka tidak akan terlaksana dengan baik kerena tidak adanya
pedoman yang digunakan dalam pengawasan. Begitu juga pengawasan tanpa Evaluasi
maka tidak dapat diketahui sampai dimana rencana yang sudah dijalankan. Membicarakan
tentang pengawasan dan evaluasi tentu tak lepas dari lembaga atau orang
yang melakukan pengawasan dan evaluasi. Dalam melakukan pengawasan dan evaluasi
, sebuah lembaga atau personal tentunya harus memiliki pengetahuan dan keahlian
tertentu yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian
dari pengawasan?
2. Bagaimana proses pengawasan?
3. Bagaimana bentuk pengawasan?
4. Bagaimana kerja alat evaluasi ?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan pengertian
dari pengawasan;
2. Untuk mendeskripsikan tahapan proses
pengawasan;
3. Untuk mendeskripsikan bagaimana
bentuk pengwasan;
4. Untuk mendeskripsikan alat evaluasi
dalam pengawasan.
D.
Manfaat Penulisan
Adapun penulisan ini memiliki
manfaat pada sisi akademis dan praktis sebagai berikut:
1. Kegunaan Akademis
Penulisan ini dapat menjadi
informasi bagi akademisi untuk mendapatkan pengetahuan dan landasan teori.
Selain itu, adanya penulisan ini akan berguna untuk penulisan selanjutnya
dengan lebih baik lagi.
2. Kegunaan Praktis
Selain kegunaan dalam dunia
akademis. Penulisan ini dapat berfungsi sebagai rujukan untuk manajemen
strategi dalam dunia usaha. Adanya penulisan ini dapat menjadikan pengusaha
lebih terstuktur dalam pengelolaan usaha terutama dalam strategi usaha.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengawasan
Menurut Stoner
dan Wankel (dalam Subardi,1992:6) pengawasan berarti para manajer berusaha
untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan.
Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer
berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur
tujuan yang benar. Sedangkan menurut McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143)
Control is Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 2, No. 1, Maret 2000: 43 – 56. The process by which an executive gets the performance of his
subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders,
objectives, or policies. Artinya adalah bahwa pengawasan merupakan suatu
proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau
kebijaksanaan yang telah ditentukan ).
Menurut Smith
(dalam Soewartojo, 1995:131-132) menyatakan bahwa Controlling sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk
di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada
maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target
maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan.
Pengawasan merupakan kegiatan-kegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan
dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan
bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima,
dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem
dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup
memuaskan.
Dalam
manajemen, pengawasan (controlling)
merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan
rencana (planning) yang telah
ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang
menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan,
cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran
dan korupsi.
B.
Evaluasi Strategi
Evaluasi
strategi adalah tahap proses penilaian dari hasil kinerja perusahaan yang sesungguhnya dengan implementasi
strategi yang diterapkan perusahaan dibandingkan
dengan kinerja yang
diharapkan. Para manajer di
semua level menggunakan
informasi hasil kinerja untuk melakukan tindakan perbaikan dan memecahkan masalah. Walaupun evaluasi
merupakan elemen akhir yang utama
dari manajemen strategis, elemen itu juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam
implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali. Agar evaluasi dan pengawasan
efektif, manajer harus mendapatkan
umpan balik yang jelas, tepat waktu , dan tidak bisa dari orang-orang bawahannya yang ada dalam hirarki perusahaan.
Berdasarkan hasil kinerja, manajemen harus
melakukan penyesuaian terhadap perumusan strategi atau implementasi strategi. Dengan mendasarkan pada kerangka
proses perumusan strategi maka
dengan kerangka yang sama dapat dibuat evaluasi apakah suatu strategi yang telah disusun akan dan
masih cocok untuk mencapai tujuan yang akan
datang. Sangat tidak mungkin untuk menunjukkan bukti bahwa sebuah strategi telah optimal atau bahkan menjamin ia
akan bekerja dengan baik, yang bisa dilakukan adalah mengevaluasinya untuk melihat kemungkinan terjadinya kesalahan.
Proses Evaluasi
Strategi diawalai dengan menentukan apa yang akan diukur. Manajer Puncak dan
manajer operasional perlu menetapkan proses implementasi dan hasil-hasil yang akan dipantau dan dievaluasi. Beberapa faktor
internal dan eksternal dapat
menghambat perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang dan tujuan tahunannya. Secara eksternal, tindakan
para pesaing, perubahan permintaan, perubahan
teknologi, perubahan ekonomi, perpindahan demografi dan tindakan pemerintah dapat menghambat pencapaian
tujuan organisasi. Secara internal, strategi yang tidak efektif mungkin dipilih atau implementasinya yang buruk
mungkin dilakukan. Oleh karena itu,
kegagalan untuk mencapai tujuan mungkin saja bukan merupakan hasil dari pekerjaan
manajer dan pegawai yang tidak memuaskan.
Seluruh anggota organisasi perlu mengetahui hal ini untuk mendorong timbulnya dukungan mereka terhadap
aktivitas evaluasi strategi. Organisasi berusaha
secepat mungkin saat dimana strategi
mereka tidak efektif. Peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang mewakili
prinsip dasar strategi yang sedang dipakai harus terus menerus dimonitor untuk
mewaspadai perubahan. Apakah
faktor-faktor tersebut akan berubah bukanlah hal penting untuk ditanyakan,
namun yang lebih penting adalah
kapan dan bagaimana ia berubah. Richard Rumelt menemukan empat standar yang bisa dipakai untuk
mengevaluasi keberhasilan sebuah strategi,
yaitu :
1. Konsistensi
Sebuah
strategi seharusnya membuat tujuan dan kebijakan yang konsisten.
Konflik organisasi dan perbedaan antar departemen merupakan gejala-gejala
ketidak pastian manajemen, namun masalah-masalah tersebut juga menunjukkan
sinyal adanya ketidakkonsistenan strategis. Terdapat tiga panduan untuk
membantu menunjukkan apakah masalah organisasi merupakan hasil dari ketidak konsistenan
dalam strategi:
a.
Jika masalah manajerial terus berlanjut meskipun telah terjadi
pergantian personel dan jika masalah tersebut cenderung lebih berbasis isu
ketimbang berbasis manusia, maka strategi mungkin tidak konsisten.
b.
Jika keberhasilan satu departemen dalam organisasi memiliki arti,
atau diintrepretasikan sebagai kegagalan departemen lain, maka strategi mungkin
tidak konsisten.
c.
Jika masalah dan isu kebijakan selalu dibawa ke atas untk
mendapatkan pemecahan, maka strategi mungkin tidak konsisten.
2.
Konsonan
Mengacu pada kebutuhan penyusunan strategi untuk menilai satu
rangkaian tren dan juga tren individual dalam mengevaluasi strategi. Suatu
strategi harus mewakili respon yang adaptif pada lingkungan eksternal dan pada
perubahan kritis yang terjadi di dalamnya. Kesulitan dalam menyesuaikan antara
faktor internal dan eksternal utama dalam perumusan strategi perusahaan adalah
disebabkan oleh sebagian besar tren yang merupakan hasi interaksi dengan tren
lainnya. Sebagai contoh menjamurnya tempat penitipan anak terjadi karena hasil
kombinasi berbagai tren yang meliputi meningkatnya tingkat pendidikan
rata-rata, meningkatnya inflasi, dan meningkatnya jumlah wanita dalam angkatan
kerja. Meskipun tren ekonomi tunggal atau tren demografis mungkin muncul dengan
stabil untuk beberapa tahun, terdapat gelombang perubahan yang terjadi di
tingkat interaksi.
3.
Kelayakan
Tes akhir dari suatu evaluasi strategi adalah kelayakan yaitu
mengenai “Bisakah strategi dicapai dengan sumber daya fisik, manusia, dan
keuangan yang ada dalam perusahaan. Sumber daya keuangan dari suatu bisnis
paling mudah untuk dihitung dan biasanya merupakan keterbatasan pertama saat
strategi dievaluasi. Hal tersebut kadang terlupakan, namun demikian, pendekatan
inovatif pada keuangan biasanya dimungkinkan. Mekanisme seperti anak
perusahaan, pengaturan, penjualan peminjaman kembali, dan mengikat jaminan
pabrik dengan kontrak jangka panjang telah digunakan secara efektif untk
mendapatkan posisi kunci dalam industri yang sedang berkembang. Hal yang kurang
dapat diperhitungkan secara kuantitatif, namun juga biasanya bersifat lebih
kaku, membatasi pilihan strategis yaitu disebabkan oleh kemampuan individu
atauorganisasi. Ketika mengevaluasi suatu strataegi, penting untuk memeriksa
apakah organisasi tersebut telah menunjukkan adanya kemampuan, kompetensi,
keahlian, dan bakat dimasa lalu yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi yang
dipilih.
4.
Keunggulan
Suatu strategi
harus memfasilitasi pembuatan dan/atau pemeliharaan dari sebuah keunggulan
kompetitif dalam area aktifitas yang terpilih. Keunggulan kompetitif biasanya
merupakan hasil dari superoritas dalam satu dari tiga area berikut ini:
a.
Sumber daya;
b.
Keahlian;
c.
Posisi
Ada tiga hal
secara garis besar diawasi dalam pengawasan strategik, yaitu:
1.
Pengawasan perilaku, manajemen bisa melakukan pengawasan seperti
ini dengan dukungan berbagai perangkat, seperti kebijakan, prosedur, aturan
hingga Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure-SOP).
2.
Pengawasan output, yakni apa-apa yang harus dihasilkan atau
dicapai. Fokusnya di sini adalah pada sasaran-sasaran atau target-target yang
ingin dicapai. Target-target ini bisa dinyatakan secara kuantitatif, bisa juga
secara kualitatif. Yang jelas, perusahaan harus merancang target yang cukup
menantang bagi manajer yang akan menjalankan. Target yang menantang akan merangsang
potensi maksimal dari yang menjalankan, sekaligus juga memberikan dorongan
semangat.
3.
Pengawasan input, dari sisi penggunaan sumber daya, mulai dari
keterampilan, nilai-nilai, maupun motivasi pihak-pihak yang terlibat.
C.
Proses Utama Evaluasi Strategik
Seperti juga proses pengawasan pada umumnya, menyebutkan evaluasi dan proses kontrol
strategi dimulai dari menentukan apa yang harus diukur, menetapkan standar kinerja, melakukan pengukuran, dan bila tidak sesuai dengan harapan, kita melakukan tindakan koreksi.
1.
Menentukan apa yang harus diukur
Di masa-masa awal pengembangan ilmu manajemen, perusahaan lebih
sering memberi perhatian terhadap analisis keuangan saja. Hal ini cukup banyak
kelemahannya karena itu semua berdasarkan analisis masa lalu. Dari proses dan
implementasi strategi, mana yang
dilakukan harus dievaluasi. Fokusnya
harus pada elemen-elemen yang paling signifikan sesuatu yang paling banyak
perannya dalam pengeluaran atau masalah-masalah lain dari kinerja. Secara
“tradisional” banyak perusahaan
beranggapan bahwa mengevaluasi strategi hanyalah sekadar menilai bagaimana
kinerja perusahaan. Apakah aset perusahaan meningkat? Apakah profitabilitas meningkat? Apakah
tingkat produktivitas meningkat?
Bagaimana dengan Return on Investment?
Dan banyak strategi yang beranggapan jika indikator-indikator di
atas cukup memuaskan, berarti strategi kita berjalan sebagaimana mestinya.
Namun, cara-cara semacam ini kadang-kadang membuat kita misleading.
Karena seperti yang diketahui, strategi perusahaan berfokus bukan saja untuk
jangka pendek, namun juga jangka panjang. Dengan demikian, cara-cara lama yang
hanya mengandalkan analisis kinerja keuangan kini tidak lagi cukup.
Analisis Rasio (Rasio Likuiditas,
Rasio Profitabilitas, Rasio
Aktivitas, Leverage Ratio, dan lain-lain), Return on Capital Employed, Earning Per Share, dan lain-lain tetap kita lakukan, tapi kita tambah dengan analisis lain seperti
aspek pelanggan, aspek stakeholder, aspek SDM(melalui konsep Balanced score
card, dan lain-lain).
Standar biasanya mengukur
apa hasil-hasil kinerja yang bisa diterima.
Dalam penetapan standar ini,
biasanya termasuk juga menetapkan rentang toleransi (range tolerance) di mana deviasi dapat diterima. Standar hendaknya dibuat tidak hanya untuk
hasil akhir, tapi juga hasil-hasil yang
terjadi dalam proses. Dalam manajemen
pengawasan, sekali lagi bersinggungan
dengan istilah di mana kita perlu merujuk pada kinerja yang unggul dari satu
aspek oleh pemimpin industri.
2.
Melakukan Pengukuran atas Kinerja
Pengukuran harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan
terlebih dahulu. Misalnya setiap tiga bulan sekali mengadakan rapat. Dorongan
akan dirasakan pada rapat-rapat evaluasi itu, di mana biasanya para manajer
dalam situasi formal akan terdorong untuk menyajikan yang terbaik, sehingga
menjalankan aktivitasnya yang terbaik pula.
3.
Membandingkan Kinerja Aktual dengan
Standar yang Dibuat
Jika kinerja aktual berada di luar rentang toleransi, maka tindakan
harus diambil untuk mengoreksi deviasi tersebut. Hal-hal berikut harus menjadi
pegangan, yaitu:
a.
Apakah deviasi yang terjadi hanya sekedar fluktuasi saja?
b.
Apakah proses yang sedang dijalankan memang tidak tepat?
c.
Apakah proses yang dilakukan sesuai dengan pencapaian dari standar
yang telah ditetapkan?
Tindakan
koreksi yang dibuat diharapkan tidak hanya sekedar memperbaiki atau mengoreksi
penyimpangan, tapi yang paling penting lagi adalah agar kesalahan itu tidak
pernah terulang lagi.
D.
Karakter dari Evaluasi Strategi yang Efektif
Ada beberapa karakter yang membuat evaluasi strategi menjadi
efektif. Bagian berikut membahas tiga karakter agar aktivitas evaluasi tidak
berlangsung dengan sia-sia, yaitu:
1.
Ekonomikal.
Dalam evaluasi, aspek yang kita perlukan
adalah informasi atas kineria yang indikatornya sudah ditetapkan terlebih
dahulu. Bila informasinya lengkap akan
semakin baik. Tapi itu bukan berarti
lantas informasi harus “sebanyak-
banyaknya”. Terlalu banyak informasi bukan berarti lebih baik daripada
terlalu sedikit informasi Dalam pengawasan
juga memperhitungkan “biaya
manfaatnya”. Kalau dikontrol segala sesuatunya (termasuk yang
tidak setiap orang akhirnya pekerjaannya hanya mengontrol. Pada prinsipnya, semakin banyak yang diawasi, akan semakin besar biayanya. Karena itu prinsip pareto, yaitu hanya fokus pada sedikit, tapi yang penting-penting diterapkan dalam
menjalankan aktivitas evaluasi.
2.
Aspek yang bermakna.
Karakter kedua ini masih berhubungan dengan karakter yang pertama. Tindakan evaluasi yang dlakukan, harus sesuai dengan tujuan yang kita tetapkan
sebelumnya. Karena itulah penentuan
prioritas, kriteria dalam
penilaian, pembobotan yang akurat
menjadi penting dalam evaluasi kinerja.
3.
Tepat Waktu. Evaluasi yang dilakukan selayaknya tepat waktunya, karena itu perusahaan dalam situasi
persaingan bisnis sekarang harus memanfaatkan dukungan teknologi informasi.
Berbagai persoalan yang terkait dengan kemutakhiran informasi untuk pengawasan kini
bisa dipecahkan dengan dukungan.
Untuk sekadar menggambarkan karakter ini, kini banyak perusahaan perkebunan
misalnya, yang memiliki kebun di remote
area, di kawasan-kawasan yang jauh dari
perkotaan memiliki perangkat teknologi untuk memantau perkembangan pengelolaan
kebun. Mereka memiliki foto dan satelit
untuk informasi rinci seperti berapa tanaman yang ada di sejumlah luas lahan
tertentu. Dari informasi yang diinput
setiap hari, manajemen di kota-kota besar seperti Jakarta dapat mengetahui
perkembangan perkebunannya dalam waktu yang cepat sekali.
E.
Pengawasan Utama: Kinerja Keuangan
Dalam banyak literatur evaluasi kinerja, pengawasan dengan memanfaatan informasi
keuangan utama disebut dengan istilah tradisional, karena penerapannya sudah berlangsung lama
dan hinsga kini masih dilakukan.
Meskipun disebut-sebut sebagai tradisional, tentu saja bukan berarti analisis-analisis
keuangan sederhana ini menjadi tidak penting. Analisis-analisis ini tetap
diperlukan karena semua informasi yang ada di laporan keuangan (neraca, laporan rugi/laba dan lain-lain) tetap merupakan sumber informasi penting.
Aspek informasi keuangan dalam bentuk analisis yang biasanya mutlak
untuk kontrol dan evaluasi kinerja strategis perusahaan adalah Returm on
Investment(ROI) Earnings per Share (EPS),
Rerum on Equity(ROE), Arus
Kas Operasi.
F.
Model-model Pengukuran Kontemporer
Konsep-konsep pengukuran dengan basis keuangan terus dikembangkan
oleh para pakar manajemen keuangan maupun manajemen strategi. Arahnya adalah
bagaimana agar pengambil keputusan strategik,
memiliki gambaran yang menyeluruh atas kinera strategi perusahaannya. Beberapa
perangkat yang sering digunakan oleh perusahaan akan dibahas, yakni Balanced scorecard, Strategy Map,
dan Econamic Value Added .
1.
Balanced Scorecard: Pengukuran yang Mendorong Kinerja
Konsep Balanced
Scorecard (BSC) dari Robert S Kaplan,
seorang profesor di Harvard Konsep Balanced Scorerard(BSC) Harvard Business School dan David P Norton seorang
konsultan manajemen, hadir untuk
mengantisipasi kekurangan yang dimiliki oleh analisis Finansial (seperti
analisis rasio) dalam mengukur kinerja sebuah perusahaan. Selain memberikan kerangka yang komprehensif
untuk menerjemahkan visi dan misi perusahaan,
ukuran-ukuran yang ada pada BSC memberikan gambaran yang menyeluruh pada
aspek aspek penting lainnya, yakni Pelanggan,
Proses Bisnis, dan SDM (pembelajaran dan
pertumbuhan) Kaplan dan Norton menyebut BSC bisa berfungsi sebagai dashboard
atas kineria perusahaan. sehingga
manajemen dengan mudah memantau.
Gagasan
BSC, pertama kali muncul sekitar awal
1992, saat Kaplan dan Norton, menulis
artikel yang mereka sebut Balance scorecard: Mansures that drives
peformsance di Harvard Business Review. Artikel ini berisikan gagasan segar tentang
bagaimana seharusnya perusahaan mengukur kinerja organisasinya. Pada saatnya, umumnya perusahaan hanya mengundalkan
pengukuran kineja finansial seperti pengembalian atas investasi (ROI) atau pendapatan per saham (earning per
share). Kaplan dan Norton merasa
bahwa cara mengukur seperti ini memang baik,
namun belum cukup. Terutama
karena aspek operasionalnya sulit terlihat. Pada artikelnya di atas, Kaplan dan Norton mengajukan beberapa
pertanyaan kritis, tentang bagaimana diukur
anggapan pelanggan pada perusahaan? Pada
wilayah ini, dapat dijadikan talok ukur seperti masa pembuatan produk hingga ke
konsumen (leadtimes, mutu, kineria, dan
layanan, serta biaya). Semua pertanyaan ini disebut perspektif
konsumen Gustomer perspectives.
Kemudian untuk
pertanyaan, dalam hal apa perusahaan harus
unggul? Perusahaan harus punya ukuran
yang menjelaskan tentang proses dan kompentensi yang paling penting harus dimiliki, dan menentukan ukuran, waktu siklus,
kecakapan karyawan, dan
produktivitasnya. ini disebut perspckuf Bisnis Internal(internal business
perspectives). Pertanyaan yang diajukan berikutnya adalah bagaimana caranya
perusahaan selalu menciptakan nilai dan meningkatkannya?
Disini perlu
dimonitor kemampuan perusahaan meluncurkan produk baru, menciptakan nilai lebih
tinggi bagi pelanggan, dan meningkatkan efesiensi
operasi. Ini disebut perspektif inovasi dan pembelajaran (innovation and
learning perspectives). Keempat,
bagaimana perusahaan kita dianggap oleh pemegang saham? Kita harus punya ukuran untuk arus kas,
pertumbuhan penjualan, pendapatan
operasi bagi setiap divisi dan meningkatkan pangsa pasar dari segmen dan return
on equity-nya sekaligus.
Dengan
lengkapnya yang diukur, manajemen
perusahaan bisa berharap dapat berpengaruh pada perilaku manajer dan karyawan
secara keseluruhan. Bagi kedua orang
ini, mengandalkan ukuran-ukuran
finansial saja hanya cocok untuk masa dulu, era Industrial. Jadi balance scorecard adalah
serangkaian pengukuran yang memberi manajemen pandangan yang cepat tapi juga
komprehensif tentang bisnisnya. Sisi finansial
tidak dilupakan, tapi ditambah dengan
pengukuran operasi pada kepuasan pelanggan,
proses internal dan aktivitas inovasi,
serta pengembangan organisasi.
a.
Perspektif Pelanggan: Bagaimana pelanggan melihat kita
Perspektif ini dianggap paling penting, karena kepuasan pelanggan adalah
awal dari bisa bertahannya perusahaan. Empat kategori yang penting dalam
perspektif ini adalah waktu, mutu, kinerja, dan layanan, serta biaya. Waktu lead
time diukur mulai dari perusahaan menerima pesanan hingga saat produk yang
dipesan diserahkan. Mutu berbicara tentang tingkat kesalahan atau barang salah
atas produk yang dihasilkan yang diukur oleh konsumen. Manajer harus dapat
merumuskan dengan baik, ukuran seperti apa yang harus mereka kenakan pada
aspek-aspek di atas. Misalnya, seperti apa yang dianggap “on time” oleh
pelanggan. Kalau perlu, perusahaan menyewa pihak ketiga untuk menjamin anggapan
konsumen atas berbagai dimensi ukuran di atas valid dan dapat dijadikan
landasan.
b.
Perspektif Bisnis Internal
Perusahaan harus mengidentifikasi dan memutuskan kompentensi inti
perusahaan, dan teknologi yang menjamin kepuasan pelanggan, proses yang akan
membuat perusahaan unggul. Pada aspek-aspek inilah ukuran-ukuran harus dibuat
oleh manajer. Dukungan sistem informasi bisa dikatakan sangat vital untuk
pengukuran. Manajer bisa segera mendeteksi pada aspek-aspek mana perusahaan
masih perlu ditingkatkan. Misalnya, pada ukuran penyerahan barang tepat waktu
masih mengecewakan, manajer bisa segera melihat dibalik pengukuran ini, hingga
diatur sedemikian rupa menjadi lebih detail.
c.
Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Dengan inovasi ukuran-ukuran seperti seberapa cepat perusahaan
mengembangkan tawaran/produk baru, proses kerja secara internal juga harus
dikembangkan, karena fokusnya pada pengembangan hal-hal baru, maka aspek
pembelajaran sangat erat kaitannya. Dalam hal yang baru, perusahaan barangkali
belum memiliki rujukan, baik secara internal maupun eksternal. Sehingga,
mungkin sajadalam upaya pembaruan ada kesalahan atau penyimpangan yang terjadi.
Namun, ini semua harus dianggap sebagai “ongkos belajar” perusahaan yang ingin mengembangkan
diri.
d.
Perspektif Finansial
Perspektif finansial adalah ukuran yang relatif sudah cukup lama
dikenal oleh perusahaan-perusahaan. Pada dasarnya kinerja pemasaran memberikan
indikasi perumusan dan implementasi perusahaan berkontribusi peningkatan laba
yang diperoleh. Seperti pada umumnya, kinerja perusahaan terkait dengan
kemampulabaan (profitabilitas), pertumbuhan (growth), dan niali
dari pemegang saham. Dari sekian banyak kelebihan pengukuran finansial, salah
satu yang dikritik oleh mekanisme balanced scorecard adalah biasanya
ukuran yang ada fokusnya ke masa lalu (backward-looking).
2.
Strategy Map;
Mengukur Aset Intangible dan Bagaimana
Perusahaan Menciptakan Nilai
Setelah banyak dikenal konsep Balanced
Scorecard, Kaplan dan Norton terus mengembangkan model BCS tersebut. Salah satu
bentuk pengembangannya adalah konep strategy map. Pada konsep baru
ini, Kaplan dan Norton ingin
menunjukkan bagaimana sebab akibat penggunaan strategi perusahaan. Yang khas
pada strategy map adalah kedua ahli ini menawarkan pendekatan untuk juga
mengukur aset-aset intangible yang penting dari perusahaan, human
capital, organization capital dan technology capital. Ini gambaran
betapa aset nirwujud, memang semakin tinggi perannya dalam kesuksesan
perusahaan. Degan dmikian pengukuran perusahaan menjadi lengkap, dan sekaligus
dapat dimanfaatkan sebagai perangkat untuk memperbaiki strategi.
3.
Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)
Konsep ini dikembangkan oleh Stern Steward & Co, sebuah perusahaan
konsultan manajer. Kehadirannya didasari pertimbangan bahwa perusahaan perlu
punya ukuran dan alat ukur yang memadai untuk melihat bagaimana perusahaan menciptakan
dan memaksimalkan nilai (value-maximizaion). Perusahaan ini merasa bahwa bagaimana perusahaan mengukur dan
menginterpretasikan kinerja perusahaan berdasarkan kinerja keuangan, seperti
laba dan margin laba, pendapatan per saham (Earning Per Share) dan
penilaian sejenis memiliki kekurangan, kekurangan itu
dengan:
1.
Invesasi berkelebihan (Over Investment).
Pengukuran berdasarkan laba dan margin sering kali membuat perusahaan
mengeluarkan investasi secara berlebihan dan mendorong untuk melakukan integrasi
vertikal dalam strateginya. Ini karena pengkuuran yang ada mengabaikan masalah
modal dan biaya yang terkait;
2.
Produksi berkelebihan (Over Production).
Pengukuran tradisional yang terkait dengan biaya per unit, penggunaan biaya dan
pendapatan membuat orang berproduksi secara berlebihan, terutama pada saat-saat
akhir periode satu tahun atau kuartalan. Memproduksi berdasarkan kapasitas,
ketimbang apa yang sebenarnya dibutuhkan kerap keliatan seperti mengurangi
biaya, tapi sebenarnya itu dapat juga meningkatkan biaya modal dari investasi
kita. Jadi ada bias antara kapasitas produksi dengan permintaan sesungguhnya
yang memberikan potensi masalah di masa yang datang;
3.
Service Economy. Alat ukuran tradisional, hanya berdasarkan bisnis
model tradisional, yang tidak mengikuti perubahan lingkungan bisnis. Bisnis
model ini sering berdasarkan layanan, alih daya (Outsourcing), kemitraan
dan berbagai cara inovatif lain dalam melakukan bisnis. Alat ukur keuangan
biasanya sangat bias aau hal-hal seperti ini;
4.
Keputusan bisnis yang salah (Poor Decisions).
Alat ukur keuangan tradisional kurang cocok untuk keputusan bisnis yang
membedakan antara margin laba dan penggunaan modal. Ini juga mengabaikan
investasi pemegang saham dalam bisnis. Terutama dikaitkan dengan insentif
sebagai kompensasi, sehingga akhirnya bisa berakibat disfungsional pada
perilaku manajer dan manajemen puncak.
Atas dasar
inilah sejak awal 1990-an konsep EVA terus dikembangkan oleh Steward & Co.
EVA, (Economic Value Added) adalah alat ukur yang memungkinkan manajer
melihat apakah mereka mendapatkan pengembalian (return) yang layak. Bila
pengembalian lebih rendah dari yang seharusnya diharapkan untuk investasi yang
risikonya sama (artinya ada dibawah biaya modal (cost of capital),
makannya EVA akan bernilai negatif, dan itu artinya perusahaan akan berhadapan
dengan hilangnya modal (flight of capital) atau nilai saham yang rendah.
Jadi EVA
mengukur laba yang kurang dari biaya modal yang dimanfaatkan (cost of
capital). EVA secara tepat memperhitungkan semua pilihan-pilihan yang
kompleks, yang sering muncul antara laporan rugi laba dan neraca, yang terkait
dengan penciptaan nilai. EVA juga bisa memisahkan pengembalian perusahaan atas
biaya modal, yang dikali dengan modal uang diinvestasikan. Jadi, rumus untuk mencari
nilai EVA adalah (Pettis, 2000):
EVA = (Rate
Of Return – Cost Of Capital) x Capital
Cara
perhitungan seperti ini dianggap dapat memberikan pengukuran yang membuat
manajer bisa berupaya meningkatkan value dari aktivitas strategi perusahaan
dengan terus meningkatkan nilai EVA perusahaan. Itu dapat dilakukan dengan
empat cara, yaitu:
1.
Meningkatkan pengembalian atau modal yang sedang
digunakan. Ini bisa dilakukan dengan meningkatkan harga atau margin, volume
yang lebih banyak atau biaya yang lebih rendah;
2.
Pertumbuhan yang menguntungkan. Ini bisa dilakukan
dengan investasi modal akan ada laba yang meningkatkan dan biaya tambahan
modalnya sesuai. Investasi pada biaya modal dan kapasitas poduksi bisa
diharapkan meningkatkan penjualan, atau menambah produk baru atau pengembangan
pasar baru;
3.
Menuai pemasukan. Ini dapat dilakukan melalui
rasionalisasi, likuidasi atau tindakan mengurangi investasi dalam operasi yang
tidak mengahasilkan pengembalian lebih rendah dari biaya modal;
4.
Mengoptimalkan biaya modal. Ini dapat dilakukan melalui pengurangan
biaya modal, tapi tetap menjaga fleksibilitas yang diperlukan untuk mendukung
strategi binis melalui penggunaan yang hati-hati pada utang, pengelolaan risiko
dan berbagai produk keuangan lainnya.
Pada perkembangannya kini, EVAtidak lagi menjadi alat ukur keuangan
saja, tapi juga sudah menjadi pengukuran sistem perusahaan secara keseluruhan.
Bila diterapkan dengan baik, EVA merupakan
pengukuran kinerja yang terintegrasi atas manajemen, sistem ganjaran (reward
system) yang mencakup keseluruhan pembuatan keputusan.
Pemanfaatan
teknologi bukan hal baru dalam pengukuran kinerja perusahaan. Apalagi bila
perusahaan itu banyak menggunakan aplikasi-aplikasi teknologi informasi seperti
perusahaan online. Perusahaan-perusahaan ini bahkan menjadikan model dan
mekanisme analisis kinerjanya sebagai sebuah keunggulan, karena sistem analisis
yang dibuatnya memungkinkan perusahaan melakukan pengembangan, mulai dari
pelayanan pelanggannnya hingga efisiensi pada operasi. Thomas Davenport dan
Jeanne Harris, menjelaskan keunggulan berdasarkan analisis, terutama analisis
untuk kinerja dalam buku mereka. Di buku mereka, kedua penulis ini membeberkan
bukti-bukti yang memang ada kaitannya dengan kinerja organisasi. Begitu banyak
perusahaan dari berbagai industri, mulai dari produk konsumer, keuangan, ritel
dan biro travel yang mulai memanfaatkannya. Apalagi perusahaan-perusahaan yang
berbasis online, seperti amazon, yahoo, google, yang sangat tergantung kepada
analitis dan menjadikannya keunggulan bersaing.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pengawasan (controlling)
merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan
rencana (planning) yang telah
ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal)
dari organisasi.Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan
adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat
negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.Sedangkan evaluasi strategi adalah tahap proses penilaian dari hasil kinerja
perusahaanyang sesungguhnya dengan implementasi strategi yang diterapkan
perusahaandibandingkan dengan kinerja yang
diharapkan. Agar evaluasi dan pengawasan efektif, manajerharus
mendapatkan umpan balik yang jelas, tepat waktu , dan tidak bisa dariorang-orang
bawahannya yang ada dalam hirarki perusahaan.Richard
Rumelt menemukan empatstandar yang bisa dipakai untuk mengevaluasi keberhasilan
sebuah strategi,yaitu :konsisten, konsonan, kelayakandankeunggulan.
B.
Saran
Saran
yang ingin disampaikan kami setelah adanya penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Para
pembaca (umumnya kita semua) bisa mengetahui dan memahami materi mengenai
pengawasan dan evaluasi strategi;
2.
Para pembaca sebaiknya bisa
mengamalkan materi tentang pengawasan dan evaluasi strategi untuk di masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, Wahyudi Sri.1996. Manajemen Stratejik. (Jakarta: Binarupa
Aksara).
Amir, M. Taufiq. 2011. Manajemen Strategik Konsep dan
Aplikasi. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada).
Djaslim, Saladin. 2003. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. (Bandung: Linda Karya)
Siagian, P Mpa. 2005. Manajemen Strategik. (Jakarta: Bumi Akasara).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar