Senin, 27 Maret 2017

MAKALAH PENGAWASAN DAN EVALUASI STRATEGI (MANAJEMEN STRATEGI)

PENGAWASAN DAN EVALUASI STRATEGI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Strategi
Dosen pengampu:
Hj. Didah Durrotun Naafisah, M.Ag.



Kelompok :

1.      Rahmi Ratna Insani/ 1133070179
2.      Restia Virnawati/ 1133070188
3.      Sandi Abdul Rohim/ 1133070203
4.      Sipa Nurhasanah / 1133070213
5.      Sispa Sritin Agustina / 1133070214

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

2016 M/1438 H


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah swt. Tuhan semesta alam atas segala berkah, taufik, rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar, shalawat serta salam semoga tercurah limpah kepada teladan umat manusia, Muhammad saw., dengan mengucapkan Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen strategi.
Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: kedua orangtua, Ketua Jurusan Manajemen Keuangan Syariah, Dosen mata kuliah, dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan yang begitu besar. Atas dasar hal itulah semua keberhasilan ini berawal. Semoga semua ini dapat memberikan kebahagiaan bagi semua pihak yang terlibat dan menuntun pada perjuangan yang lebih baik lagi.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Maka, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pembaca semoga memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca.
Bandung, 22 November 2016
Penulis.



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Menejemen merupakan sebuah subyek yang sangat penting karena mempersoalkan usaha penetapan serta pencapaian sasaran-sasaran.  Dan manajemen menyentuh serta mempengaruhi kehidupan hampir semua manusia. Menejemen menyebabkan bahwa kita menyadari kemampuan-kemampuan kita; dengan menunjukkan cara kearah pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik. Fungsi fundamental keempat, manajemen yang akan di bahas adalah pengawasan. Pengawasan memang mengalami perubahan tetapi tidaklah seperti halnya fungsi-fungsi fundamental lainnya.
Pengawasan dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Wajar apabila terdapat adanya kekeliruan tertentu,kegagalan dan petunjuk yang tidak efektif hingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan daripada tujuan yang dicapai. Maka oleh karennya fungsi pengawasan perlu dilakukan.
Pengawasan dan Evaluasi diibaratkan sebagai satu keping mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Maksudnya, pengawasan tanpa Evaluasi maka tidak akan terlaksana dengan baik kerena tidak adanya pedoman yang digunakan dalam pengawasan. Begitu juga pengawasan tanpa Evaluasi maka tidak dapat diketahui sampai dimana rencana yang sudah dijalankan. Membicarakan tentang pengawasan dan evaluasi  tentu tak lepas dari lembaga atau orang yang melakukan pengawasan dan evaluasi. Dalam melakukan pengawasan dan evaluasi , sebuah lembaga atau personal tentunya harus memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian dari pengawasan?
2.      Bagaimana proses pengawasan?
3.      Bagaimana bentuk pengawasan?
4.       Bagaimana kerja alat evaluasi ?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mendeskripsikan pengertian dari pengawasan;
2.      Untuk mendeskripsikan tahapan proses pengawasan;
3.      Untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk pengwasan;
4.      Untuk mendeskripsikan alat evaluasi dalam pengawasan.

D.    Manfaat Penulisan
Adapun penulisan ini memiliki manfaat pada sisi akademis dan praktis sebagai berikut:
1.      Kegunaan Akademis
Penulisan ini dapat menjadi informasi bagi akademisi untuk mendapatkan pengetahuan dan landasan teori. Selain itu, adanya penulisan ini akan berguna untuk penulisan selanjutnya dengan lebih baik lagi.
2.      Kegunaan Praktis
Selain kegunaan dalam dunia akademis. Penulisan ini dapat berfungsi sebagai rujukan untuk manajemen strategi dalam dunia usaha. Adanya penulisan ini dapat menjadikan pengusaha lebih terstuktur dalam pengelolaan usaha terutama dalam strategi usaha.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengawasan
Menurut Stoner dan Wankel (dalam Subardi,1992:6) pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar. Sedangkan menurut McFarland (dalam Handayaningrat, 1994:143) Control is Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 1, Maret 2000: 43 – 56. The process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies. Artinya adalah bahwa pengawasan merupakan suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan ).
Menurut Smith (dalam Soewartojo, 1995:131-132) menyatakan bahwa Controlling sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. Pengawasan merupakan kegiatan-kegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.

B.     Evaluasi Strategi
Evaluasi strategi adalah tahap proses penilaian dari hasil kinerja perusahaan yang sesungguhnya dengan implementasi strategi yang diterapkan perusahaan dibandingkan dengan  kinerja  yang  diharapkan.  Para  manajer di  semua level menggunakan informasi hasil kinerja untuk melakukan tindakan perbaikan dan memecahkan masalah. Walaupun evaluasi merupakan elemen akhir yang utama dari manajemen strategis, elemen itu juga dapat menunjukkan secara tepat kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali. Agar evaluasi dan pengawasan efektif, manajer harus mendapatkan umpan balik yang jelas, tepat waktu , dan tidak bisa dari orang-orang bawahannya yang ada dalam hirarki perusahaan.
Berdasarkan hasil kinerja, manajemen harus melakukan penyesuaian terhadap perumusan strategi atau implementasi strategi. Dengan mendasarkan pada kerangka proses perumusan strategi maka dengan kerangka yang sama dapat dibuat evaluasi apakah suatu strategi yang telah disusun akan dan masih cocok untuk mencapai tujuan yang akan datang. Sangat tidak mungkin untuk menunjukkan bukti bahwa sebuah strategi telah optimal atau bahkan menjamin ia akan bekerja dengan baik, yang bisa dilakukan adalah mengevaluasinya untuk melihat kemungkinan terjadinya kesalahan.
Proses Evaluasi Strategi diawalai dengan menentukan apa yang akan diukur. Manajer Puncak dan manajer operasional perlu menetapkan proses implementasi dan hasil-hasil yang akan dipantau dan dievaluasi. Beberapa faktor internal dan eksternal dapat menghambat perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang dan tujuan tahunannya. Secara eksternal, tindakan para pesaing, perubahan permintaan, perubahan teknologi, perubahan ekonomi, perpindahan demografi dan tindakan pemerintah dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi. Secara internal, strategi yang tidak efektif mungkin dipilih atau implementasinya yang buruk mungkin dilakukan. Oleh karena itu, kegagalan untuk mencapai tujuan mungkin saja bukan merupakan  hasil dari  pekerjaan  manajer dan  pegawai yang  tidak memuaskan.
Seluruh anggota organisasi perlu mengetahui hal ini untuk mendorong timbulnya dukungan mereka terhadap aktivitas evaluasi strategi. Organisasi berusaha secepat mungkin saat dimana strategi mereka tidak efektif. Peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang mewakili prinsip dasar strategi yang sedang dipakai  harus terus menerus dimonitor untuk mewaspadai perubahan. Apakah faktor-faktor tersebut akan berubah bukanlah hal penting untuk ditanyakan, namun yang lebih penting adalah kapan dan bagaimana ia berubah. Richard Rumelt menemukan empat standar yang bisa dipakai untuk mengevaluasi keberhasilan sebuah strategi, yaitu :
1. Konsistensi
Sebuah strategi  seharusnya  membuat tujuan dan kebijakan yang konsisten. Konflik organisasi dan perbedaan antar departemen merupakan gejala-gejala ketidak pastian manajemen, namun masalah-masalah tersebut juga menunjukkan sinyal adanya ketidakkonsistenan strategis. Terdapat tiga panduan untuk membantu menunjukkan apakah masalah organisasi merupakan hasil dari ketidak konsistenan dalam strategi:
a.       Jika masalah manajerial terus berlanjut meskipun telah terjadi pergantian personel dan jika masalah tersebut cenderung lebih berbasis isu ketimbang berbasis manusia, maka strategi mungkin tidak konsisten.
b.      Jika keberhasilan satu departemen dalam organisasi memiliki arti, atau diintrepretasikan sebagai kegagalan departemen lain, maka strategi mungkin tidak konsisten.
c.       Jika masalah dan isu kebijakan selalu dibawa ke atas untk mendapatkan pemecahan, maka strategi mungkin tidak konsisten.
2.      Konsonan
Mengacu pada kebutuhan penyusunan strategi untuk menilai satu rangkaian tren dan juga tren individual dalam mengevaluasi strategi. Suatu strategi harus mewakili respon yang adaptif pada lingkungan eksternal dan pada perubahan kritis yang terjadi di dalamnya. Kesulitan dalam menyesuaikan antara faktor internal dan eksternal utama dalam perumusan strategi perusahaan adalah disebabkan oleh sebagian besar tren yang merupakan hasi interaksi dengan tren lainnya. Sebagai contoh menjamurnya tempat penitipan anak terjadi karena hasil kombinasi berbagai tren yang meliputi meningkatnya tingkat pendidikan rata-rata, meningkatnya inflasi, dan meningkatnya jumlah wanita dalam angkatan kerja. Meskipun tren ekonomi tunggal atau tren demografis mungkin muncul dengan stabil untuk beberapa tahun, terdapat gelombang perubahan yang terjadi di tingkat interaksi.
3.      Kelayakan
Tes akhir dari suatu evaluasi strategi adalah kelayakan yaitu mengenai “Bisakah strategi dicapai dengan sumber daya fisik, manusia, dan keuangan yang ada dalam perusahaan. Sumber daya keuangan dari suatu bisnis paling mudah untuk dihitung dan biasanya merupakan keterbatasan pertama saat strategi dievaluasi. Hal tersebut kadang terlupakan, namun demikian, pendekatan inovatif pada keuangan biasanya dimungkinkan. Mekanisme seperti anak perusahaan, pengaturan, penjualan peminjaman kembali, dan mengikat jaminan pabrik dengan kontrak jangka panjang telah digunakan secara efektif untk mendapatkan posisi kunci dalam industri yang sedang berkembang. Hal yang kurang dapat diperhitungkan secara kuantitatif, namun juga biasanya bersifat lebih kaku, membatasi pilihan strategis yaitu disebabkan oleh kemampuan individu atauorganisasi. Ketika mengevaluasi suatu strataegi, penting untuk memeriksa apakah organisasi tersebut telah menunjukkan adanya kemampuan, kompetensi, keahlian, dan bakat dimasa lalu yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi yang dipilih.
4.      Keunggulan
Suatu strategi harus memfasilitasi pembuatan dan/atau pemeliharaan dari sebuah keunggulan kompetitif dalam area aktifitas yang terpilih. Keunggulan kompetitif biasanya merupakan hasil dari superoritas dalam satu dari tiga area berikut ini:
a.       Sumber daya;
b.      Keahlian;
c.       Posisi
Ada tiga hal secara garis besar diawasi dalam pengawasan strategik, yaitu:
1.      Pengawasan perilaku, manajemen bisa melakukan pengawasan seperti ini dengan dukungan berbagai perangkat, seperti kebijakan, prosedur, aturan hingga Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure-SOP).
2.      Pengawasan output, yakni apa-apa yang harus dihasilkan atau dicapai. Fokusnya di sini adalah pada sasaran-sasaran atau target-target yang ingin dicapai. Target-target ini bisa dinyatakan secara kuantitatif, bisa juga secara kualitatif. Yang jelas, perusahaan harus merancang target yang cukup menantang bagi manajer yang akan menjalankan. Target yang menantang akan merangsang potensi maksimal dari yang menjalankan, sekaligus juga memberikan dorongan semangat.
3.      Pengawasan input, dari sisi penggunaan sumber daya, mulai dari keterampilan, nilai-nilai, maupun motivasi pihak-pihak yang terlibat.

C.      Proses Utama Evaluasi Strategik
Seperti juga proses pengawasan pada umumnya,  menyebutkan evaluasi dan proses kontrol strategi dimulai dari menentukan apa yang harus diukur,  menetapkan standar kinerja,  melakukan pengukuran,  dan bila tidak sesuai dengan harapan,  kita melakukan tindakan koreksi.
1.        Menentukan apa yang harus diukur
Di masa-masa awal pengembangan ilmu manajemen, perusahaan lebih sering memberi perhatian terhadap analisis keuangan saja. Hal ini cukup banyak kelemahannya karena itu semua berdasarkan analisis masa lalu. Dari proses dan implementasi strategi,  mana yang dilakukan harus dievaluasi.  Fokusnya harus pada elemen-elemen yang paling signifikan sesuatu yang paling banyak perannya dalam pengeluaran atau masalah-masalah lain dari kinerja. Secara “tradisional”  banyak perusahaan beranggapan bahwa mengevaluasi strategi hanyalah sekadar menilai bagaimana kinerja perusahaan. Apakah aset perusahaan meningkat?  Apakah profitabilitas meningkat? Apakah tingkat produktivitas meningkat?  Bagaimana dengan Return on Investment?
Dan banyak strategi yang beranggapan jika indikator-indikator di atas cukup memuaskan, berarti strategi kita berjalan sebagaimana mestinya. Namun, cara-cara semacam ini kadang-kadang membuat kita misleading. Karena seperti yang diketahui, strategi perusahaan berfokus bukan saja untuk jangka pendek, namun juga jangka panjang. Dengan demikian, cara-cara lama yang hanya mengandalkan analisis kinerja keuangan kini tidak lagi cukup.
Analisis Rasio (Rasio Likuiditas,  Rasio Profitabilitas,  Rasio Aktivitas,  Leverage Ratio,  dan lain-lain),  Return on Capital EmployedEarning Per Share,  dan lain-lain tetap kita lakukan,  tapi kita tambah dengan analisis lain seperti aspek pelanggan,  aspek stakeholder,  aspek SDM(melalui konsep Balanced score card,  dan lain-lain).
  Standar biasanya mengukur apa hasil-hasil kinerja yang bisa diterima.  Dalam penetapan standar ini,  biasanya termasuk juga menetapkan rentang toleransi (range tolerance)  di mana deviasi dapat diterima.  Standar hendaknya dibuat tidak hanya untuk hasil akhir,  tapi juga hasil-hasil yang terjadi dalam proses.  Dalam manajemen pengawasan,  sekali lagi bersinggungan dengan istilah di mana kita perlu merujuk pada kinerja yang unggul dari satu aspek oleh pemimpin industri.
2.        Melakukan Pengukuran atas Kinerja
Pengukuran harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan terlebih dahulu. Misalnya setiap tiga bulan sekali mengadakan rapat. Dorongan akan dirasakan pada rapat-rapat evaluasi itu, di mana biasanya para manajer dalam situasi formal akan terdorong untuk menyajikan yang terbaik, sehingga menjalankan aktivitasnya yang terbaik pula.



3.        Membandingkan Kinerja Aktual dengan Standar yang Dibuat
Jika kinerja aktual berada di luar rentang toleransi, maka tindakan harus diambil untuk mengoreksi deviasi tersebut. Hal-hal berikut harus menjadi pegangan, yaitu:
a.       Apakah deviasi yang terjadi hanya sekedar fluktuasi saja?
b.      Apakah proses yang sedang dijalankan memang tidak tepat?
c.       Apakah proses yang dilakukan sesuai dengan pencapaian dari standar yang telah ditetapkan?
Tindakan koreksi yang dibuat diharapkan tidak hanya sekedar memperbaiki atau mengoreksi penyimpangan, tapi yang paling penting lagi adalah agar kesalahan itu tidak pernah terulang lagi.

D.      Karakter dari Evaluasi Strategi yang Efektif
Ada beberapa karakter yang membuat evaluasi strategi menjadi efektif. Bagian berikut membahas tiga karakter agar aktivitas evaluasi tidak berlangsung dengan sia-sia, yaitu:
1.      Ekonomikal. Dalam evaluasi,  aspek yang kita perlukan adalah informasi atas kineria yang indikatornya sudah ditetapkan terlebih dahulu.  Bila informasinya lengkap akan semakin baik.  Tapi itu bukan berarti lantas informasi harus “sebanyak-  banyaknya”. Terlalu banyak informasi bukan berarti lebih baik daripada terlalu sedikit informasi Dalam pengawasan  juga memperhitungkan “biaya  manfaatnya”.  Kalau  dikontrol segala sesuatunya (termasuk yang tidak setiap orang akhirnya pekerjaannya hanya mengontrol. Pada prinsipnya,  semakin banyak yang diawasi,  akan semakin besar biayanya.  Karena itu prinsip pareto,  yaitu hanya fokus pada sedikit,  tapi yang penting-penting diterapkan dalam menjalankan aktivitas evaluasi. 
2.       Aspek yang bermakna. Karakter kedua ini masih berhubungan dengan karakter yang pertama.  Tindakan evaluasi yang dlakukan,  harus sesuai dengan tujuan yang kita tetapkan sebelumnya.  Karena itulah penentuan prioritas,  kriteria dalam penilaian,  pembobotan yang akurat menjadi penting dalam evaluasi kinerja. 
3.      Tepat Waktu. Evaluasi yang dilakukan selayaknya tepat waktunya,  karena itu perusahaan dalam situasi persaingan bisnis sekarang harus memanfaatkan dukungan teknologi informasi. Berbagai persoalan yang terkait dengan kemutakhiran informasi untuk pengawasan kini bisa dipecahkan dengan dukungan.
Untuk sekadar menggambarkan karakter ini,  kini banyak perusahaan perkebunan misalnya,  yang memiliki kebun di remote area,  di kawasan-kawasan yang jauh dari perkotaan memiliki perangkat teknologi untuk memantau perkembangan pengelolaan kebun.  Mereka memiliki foto dan satelit untuk informasi rinci seperti berapa tanaman yang ada di sejumlah luas lahan tertentu.  Dari informasi yang diinput setiap hari, manajemen di kota-kota besar seperti Jakarta dapat mengetahui perkembangan perkebunannya dalam waktu yang cepat sekali. 

E.       Pengawasan Utama: Kinerja Keuangan
Dalam banyak literatur evaluasi kinerja,  pengawasan dengan memanfaatan informasi keuangan utama disebut dengan istilah tradisional,  karena penerapannya sudah berlangsung lama dan hinsga kini masih dilakukan.  Meskipun disebut-sebut sebagai tradisional,  tentu saja bukan berarti analisis-analisis keuangan sederhana ini menjadi tidak penting. Analisis-analisis ini tetap diperlukan karena semua informasi yang ada di laporan keuangan (neraca,  laporan rugi/laba dan lain-lain)  tetap merupakan sumber informasi penting.
Aspek informasi keuangan dalam bentuk analisis yang biasanya mutlak untuk kontrol dan evaluasi kinerja strategis perusahaan adalah Returm on Investment(ROI) Earnings per Share (EPS),  Rerum on Equity(ROE),  Arus Kas Operasi.   

F.       Model-model Pengukuran Kontemporer
Konsep-konsep pengukuran dengan basis keuangan terus dikembangkan oleh para pakar manajemen keuangan maupun manajemen strategi. Arahnya adalah bagaimana agar pengambil keputusan strategik,  memiliki gambaran yang menyeluruh atas kinera strategi perusahaannya. Beberapa perangkat yang sering digunakan oleh perusahaan akan dibahas,  yakni Balanced scorecard,  Strategy Map,  dan Econamic Value Added .
1.        Balanced Scorecard:  Pengukuran yang Mendorong Kinerja
Konsep Balanced Scorecard (BSC) dari Robert S Kaplan,  seorang profesor di Harvard Konsep Balanced Scorerard(BSC)  Harvard Business School dan David P Norton seorang konsultan manajemen,  hadir untuk mengantisipasi kekurangan yang dimiliki oleh analisis Finansial (seperti analisis rasio) dalam mengukur kinerja sebuah perusahaan.  Selain memberikan kerangka yang komprehensif untuk menerjemahkan visi dan misi perusahaan,  ukuran-ukuran yang ada pada BSC memberikan gambaran yang menyeluruh pada aspek aspek penting lainnya,  yakni Pelanggan, Proses Bisnis,  dan SDM (pembelajaran dan pertumbuhan) Kaplan dan Norton menyebut BSC bisa berfungsi sebagai dashboard atas kineria perusahaan.  sehingga manajemen dengan mudah memantau. 
Gagasan BSC,  pertama kali muncul sekitar awal 1992,  saat Kaplan dan Norton, menulis artikel yang mereka sebut Balance scorecard: Mansures that drives peformsance di Harvard Business Review.  Artikel ini berisikan gagasan segar tentang bagaimana seharusnya perusahaan mengukur kinerja organisasinya. Pada saatnya,  umumnya perusahaan hanya mengundalkan pengukuran kineja finansial seperti pengembalian atas investasi (ROI)  atau pendapatan per saham (earning per share).  Kaplan dan Norton merasa bahwa cara mengukur seperti ini memang baik,  namun belum cukup.  Terutama karena aspek operasionalnya sulit terlihat. Pada artikelnya di atas,  Kaplan dan Norton mengajukan beberapa pertanyaan kritis,  tentang bagaimana diukur anggapan pelanggan pada perusahaan?  Pada wilayah ini, dapat dijadikan talok ukur seperti masa pembuatan produk hingga ke konsumen (leadtimes, mutu, kineria,  dan layanan,  serta biaya).  Semua pertanyaan ini disebut perspektif konsumen Gustomer perspectives.
Kemudian untuk pertanyaan,  dalam hal apa perusahaan harus unggul?  Perusahaan harus punya ukuran yang menjelaskan tentang proses dan kompentensi yang paling penting harus dimiliki,  dan menentukan ukuran,  waktu siklus,  kecakapan karyawan,  dan produktivitasnya. ini disebut perspckuf Bisnis Internal(internal business perspectives). Pertanyaan yang diajukan berikutnya adalah bagaimana caranya perusahaan selalu menciptakan nilai dan meningkatkannya?
Disini perlu dimonitor kemampuan perusahaan meluncurkan produk baru, menciptakan nilai lebih tinggi bagi pelanggan,  dan meningkatkan efesiensi operasi. Ini disebut perspektif inovasi dan pembelajaran (innovation and learning perspectives). Keempat,  bagaimana perusahaan kita dianggap oleh pemegang saham?  Kita harus punya ukuran untuk arus kas, pertumbuhan penjualan,  pendapatan operasi bagi setiap divisi dan meningkatkan pangsa pasar dari segmen dan return on equity-nya sekaligus.
Dengan lengkapnya yang diukur,  manajemen perusahaan bisa berharap dapat berpengaruh pada perilaku manajer dan karyawan secara keseluruhan.  Bagi kedua orang ini,  mengandalkan ukuran-ukuran finansial saja hanya cocok untuk masa dulu, era Industrial.  Jadi balance scorecard adalah serangkaian pengukuran yang memberi manajemen pandangan yang cepat tapi juga komprehensif tentang bisnisnya.  Sisi finansial tidak dilupakan,  tapi ditambah dengan pengukuran operasi pada kepuasan pelanggan,  proses internal dan aktivitas inovasi,  serta pengembangan organisasi.
a.         Perspektif Pelanggan: Bagaimana pelanggan melihat kita
Perspektif ini dianggap paling penting, karena kepuasan pelanggan adalah awal dari bisa bertahannya perusahaan. Empat kategori yang penting dalam perspektif ini adalah waktu, mutu, kinerja, dan layanan, serta biaya. Waktu lead time diukur mulai dari perusahaan menerima pesanan hingga saat produk yang dipesan diserahkan. Mutu berbicara tentang tingkat kesalahan atau barang salah atas produk yang dihasilkan yang diukur oleh konsumen. Manajer harus dapat merumuskan dengan baik, ukuran seperti apa yang harus mereka kenakan pada aspek-aspek di atas. Misalnya, seperti apa yang dianggap “on time” oleh pelanggan. Kalau perlu, perusahaan menyewa pihak ketiga untuk menjamin anggapan konsumen atas berbagai dimensi ukuran di atas valid dan dapat dijadikan landasan.
b.        Perspektif Bisnis Internal
Perusahaan harus mengidentifikasi dan memutuskan kompentensi inti perusahaan, dan teknologi yang menjamin kepuasan pelanggan, proses yang akan membuat perusahaan unggul. Pada aspek-aspek inilah ukuran-ukuran harus dibuat oleh manajer. Dukungan sistem informasi bisa dikatakan sangat vital untuk pengukuran. Manajer bisa segera mendeteksi pada aspek-aspek mana perusahaan masih perlu ditingkatkan. Misalnya, pada ukuran penyerahan barang tepat waktu masih mengecewakan, manajer bisa segera melihat dibalik pengukuran ini, hingga diatur sedemikian rupa menjadi lebih detail.
c.         Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Dengan inovasi ukuran-ukuran seperti seberapa cepat perusahaan mengembangkan tawaran/produk baru, proses kerja secara internal juga harus dikembangkan, karena fokusnya pada pengembangan hal-hal baru, maka aspek pembelajaran sangat erat kaitannya. Dalam hal yang baru, perusahaan barangkali belum memiliki rujukan, baik secara internal maupun eksternal. Sehingga, mungkin sajadalam upaya pembaruan ada kesalahan atau penyimpangan yang terjadi. Namun, ini semua harus dianggap sebagai “ongkos belajar” perusahaan yang ingin mengembangkan diri.
d.        Perspektif Finansial
Perspektif finansial adalah ukuran yang relatif sudah cukup lama dikenal oleh perusahaan-perusahaan. Pada dasarnya kinerja pemasaran memberikan indikasi perumusan dan implementasi perusahaan berkontribusi peningkatan laba yang diperoleh. Seperti pada umumnya, kinerja perusahaan terkait dengan kemampulabaan (profitabilitas), pertumbuhan (growth), dan niali dari pemegang saham. Dari sekian banyak kelebihan pengukuran finansial, salah satu yang dikritik oleh mekanisme balanced scorecard adalah biasanya ukuran yang ada fokusnya ke masa lalu (backward-looking).
2.        Strategy Map; Mengukur Aset Intangible dan Bagaimana  Perusahaan Menciptakan Nilai
Setelah banyak dikenal konsep Balanced Scorecard, Kaplan dan Norton terus mengembangkan model BCS tersebut. Salah satu bentuk pengembangannya adalah konep strategy map. Pada konsep baru ini,   Kaplan dan Norton ingin menunjukkan bagaimana sebab akibat penggunaan strategi perusahaan. Yang khas pada strategy map adalah kedua ahli ini menawarkan pendekatan untuk juga mengukur aset-aset intangible yang penting dari perusahaan, human capital, organization capital dan technology capital. Ini gambaran betapa aset nirwujud, memang semakin tinggi perannya dalam kesuksesan perusahaan. Degan dmikian pengukuran perusahaan menjadi lengkap, dan sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai perangkat untuk memperbaiki strategi. 
3.        Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)
Konsep ini dikembangkan oleh  Stern Steward & Co, sebuah perusahaan konsultan manajer. Kehadirannya didasari pertimbangan bahwa perusahaan perlu punya ukuran dan alat ukur yang memadai untuk melihat bagaimana perusahaan menciptakan dan memaksimalkan nilai (value-maximizaion). Perusahaan ini merasa bahwa bagaimana perusahaan mengukur dan menginterpretasikan kinerja perusahaan berdasarkan kinerja keuangan, seperti laba dan margin laba, pendapatan per saham (Earning Per Share) dan penilaian sejenis memiliki kekurangan, kekurangan itu dengan:
1.       Invesasi berkelebihan (Over Investment). Pengukuran berdasarkan laba dan margin sering kali membuat perusahaan mengeluarkan investasi secara berlebihan dan mendorong untuk melakukan integrasi vertikal dalam strateginya. Ini karena pengkuuran yang ada mengabaikan masalah modal dan biaya yang terkait;
2.       Produksi berkelebihan (Over Production). Pengukuran tradisional yang terkait dengan biaya per unit, penggunaan biaya dan pendapatan membuat orang berproduksi secara berlebihan, terutama pada saat-saat akhir periode satu tahun atau kuartalan. Memproduksi berdasarkan kapasitas, ketimbang apa yang sebenarnya dibutuhkan kerap keliatan seperti mengurangi biaya, tapi sebenarnya itu dapat juga meningkatkan biaya modal dari investasi kita. Jadi ada bias antara kapasitas produksi dengan permintaan sesungguhnya yang memberikan potensi masalah di masa yang datang;
3.       Service Economy. Alat ukuran tradisional, hanya berdasarkan bisnis model tradisional, yang tidak mengikuti perubahan lingkungan bisnis. Bisnis model ini sering berdasarkan layanan, alih daya (Outsourcing), kemitraan dan berbagai cara inovatif lain dalam melakukan bisnis. Alat ukur keuangan biasanya sangat bias aau hal-hal seperti ini;
4.       Keputusan bisnis yang salah (Poor Decisions). Alat ukur keuangan tradisional kurang cocok untuk keputusan bisnis yang membedakan antara margin laba dan penggunaan modal. Ini juga mengabaikan investasi pemegang saham dalam bisnis. Terutama dikaitkan dengan insentif sebagai kompensasi, sehingga akhirnya bisa berakibat disfungsional pada perilaku manajer dan manajemen puncak.
Atas dasar inilah sejak awal 1990-an konsep EVA terus dikembangkan oleh Steward & Co. EVA, (Economic Value Added) adalah alat ukur yang memungkinkan manajer melihat apakah mereka mendapatkan pengembalian (return) yang layak. Bila pengembalian lebih rendah dari yang seharusnya diharapkan untuk investasi yang risikonya sama (artinya ada dibawah biaya modal (cost of capital), makannya EVA akan bernilai negatif, dan itu artinya perusahaan akan berhadapan dengan hilangnya modal (flight of capital) atau nilai saham yang rendah.
Jadi EVA mengukur laba yang kurang dari biaya modal yang dimanfaatkan (cost of capital). EVA secara tepat memperhitungkan semua pilihan-pilihan yang kompleks, yang sering muncul antara laporan rugi laba dan neraca, yang terkait dengan penciptaan nilai. EVA juga bisa memisahkan pengembalian perusahaan atas biaya modal, yang dikali dengan modal uang diinvestasikan. Jadi, rumus untuk mencari nilai EVA adalah (Pettis, 2000):
EVA = (Rate Of ReturnCost Of Capital) x Capital
Cara perhitungan seperti ini dianggap dapat memberikan pengukuran yang membuat manajer bisa berupaya meningkatkan value dari aktivitas strategi perusahaan dengan terus meningkatkan nilai EVA perusahaan. Itu dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1.      Meningkatkan pengembalian atau modal yang sedang digunakan. Ini bisa dilakukan dengan meningkatkan harga atau margin, volume yang lebih banyak atau biaya yang lebih rendah;
2.      Pertumbuhan yang menguntungkan. Ini bisa dilakukan dengan investasi modal akan ada laba yang meningkatkan dan biaya tambahan modalnya sesuai. Investasi pada biaya modal dan kapasitas poduksi bisa diharapkan meningkatkan penjualan, atau menambah produk baru atau pengembangan pasar baru;
3.      Menuai pemasukan. Ini dapat dilakukan melalui rasionalisasi, likuidasi atau tindakan mengurangi investasi dalam operasi yang tidak mengahasilkan pengembalian lebih rendah dari biaya modal;
4.      Mengoptimalkan biaya modal. Ini dapat dilakukan melalui pengurangan biaya modal, tapi tetap menjaga fleksibilitas yang diperlukan untuk mendukung strategi binis melalui penggunaan yang hati-hati pada utang, pengelolaan risiko dan berbagai produk keuangan lainnya.
Pada perkembangannya kini, EVAtidak lagi menjadi alat ukur keuangan saja, tapi juga sudah menjadi pengukuran sistem perusahaan secara keseluruhan. Bila diterapkan dengan baik, EVA merupakan pengukuran kinerja yang terintegrasi atas manajemen, sistem ganjaran (reward system) yang mencakup keseluruhan pembuatan keputusan.

G.      Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan teknologi bukan hal baru dalam pengukuran kinerja perusahaan. Apalagi bila perusahaan itu banyak menggunakan aplikasi-aplikasi teknologi informasi seperti perusahaan online. Perusahaan-perusahaan ini bahkan menjadikan model dan mekanisme analisis kinerjanya sebagai sebuah keunggulan, karena sistem analisis yang dibuatnya memungkinkan perusahaan melakukan pengembangan, mulai dari pelayanan pelanggannnya hingga efisiensi pada operasi. Thomas Davenport dan Jeanne Harris, menjelaskan keunggulan berdasarkan analisis, terutama analisis untuk kinerja dalam buku mereka. Di buku mereka, kedua penulis ini membeberkan bukti-bukti yang memang ada kaitannya dengan kinerja organisasi. Begitu banyak perusahaan dari berbagai industri, mulai dari produk konsumer, keuangan, ritel dan biro travel yang mulai memanfaatkannya. Apalagi perusahaan-perusahaan yang berbasis online, seperti amazon, yahoo, google, yang sangat tergantung kepada analitis dan menjadikannya keunggulan bersaing.
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi.Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.Sedangkan evaluasi strategi adalah tahap proses penilaian dari hasil kinerja perusahaanyang sesungguhnya dengan implementasi strategi yang diterapkan perusahaandibandingkan dengan  kinerja  yang  diharapkan. Agar evaluasi dan pengawasan efektif, manajerharus mendapatkan umpan balik yang jelas, tepat waktu , dan tidak bisa dariorang-orang bawahannya yang ada dalam hirarki perusahaan.Richard Rumelt menemukan empatstandar yang bisa dipakai untuk mengevaluasi keberhasilan sebuah strategi,yaitu :konsisten, konsonan, kelayakandankeunggulan.

B.     Saran
Saran yang ingin disampaikan kami setelah adanya penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Para pembaca (umumnya kita semua)  bisa mengetahui dan memahami materi mengenai pengawasan dan evaluasi strategi;
2.      Para pembaca sebaiknya bisa mengamalkan materi tentang pengawasan dan evaluasi strategi untuk di masa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Agustinus, Wahyudi Sri.1996. Manajemen Stratejik. (Jakarta: Binarupa Aksara).
Amir, M. Taufiq. 2011. Manajemen Strategik Konsep dan Aplikasi. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
Djaslim, Saladin. 2003. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. (Bandung: Linda Karya)
Siagian, P Mpa. 2005. Manajemen Strategik. (Jakarta: Bumi Akasara).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar